Monday, January 19, 2009

BAJ (Blm ada judul) part 3

BAB 3 Keributan Kandidat Pengganti Pendeta


Dewan Penasihat, Presiden dan para menteri telah berkumpul di Goa Datar. Inilah petinggi-petinggi klan. Sidang pendahulu penggantian komandan tempur dimulai hari ini.


Goa datar adalah salah satu goa penting yang digunakan untuk bersidang oleh para petinggi-petinggi klan Kumpulan. Disebut demikian karena goa ini satu-satunya yang memiliki lahan luas nan datar, mirip alun-alun mini namun ada di dalam goa.


Walau menang perang, tidak ada pesta. Yang ada kekhusukan karena sehari lalu baru saja memakamkan seorang komandan tempur yang bijaksana dan pemberani bernama Pendeta.


Pemberian nama Pendeta karena Ayahnya yang terlahir dari etnis Batak mengidamkan seorang yang saleh pemberi kedamaian bagi klan yang terus berperang. Orang tua Pendeta yang memiliki dua orang putra, terkenal bijaksana dan pencinta kedamaian. Tidak jarang orang tuanya dicemooh oleh warga klan karena dinilai pengecut.


Cita-cita ternyata tidak sama dengan kenyataan. Pendeta yang tumbuh cerdas diharapkan anti perang ternyata memiliki sikap kepemimpinan yang luar biasa dan sangat menyenangi peperangan. Teknik tempur dan strategi penyerangan dipelajari tekun sejak remaja dan akhirnya menjelma menjadi salah satu komandan tempur yang sangat dikagumi dalam sejarah klan.


Duduk bersila dibawah bendera besar klan Kumpulan dan bendera hitam berkabung, para petinggi memulai sidangnya. Duduk menghadap para petinggi adalah tamu undangan yang dianggap penting seperti pejabat-pejabat lain dalam klan dan staf-staf ahli komandan tempur.


“ehem…”, deheman Presiden membuka pembicaraan. Setiap kali terdengar suara, goa datar akan sedikit membuat gaung khasnya goa datar.


“Selamat datang semua. Seperti yang kita ketahui agenda kita hari ini adalah mencari komandan tempur yang baru. Kemarin, semua telah mendengar pidato duka saya pada saat pemakaman yang mulia Pendeta. Kemenangan perang kita ini harus ditebus dengan hilangnya orang yang sangat kita cintai. Duka saja tidak menyelesaikan masalah, karena kemenangan ini tiap saat dapat direnggut dari kita. Saat ini kita berkumpul untuk melihat dan mendengar daftar nama yang telah dipersiapkan oleh masing-masing penasehat. Aturan kita mengharuskan masing-masing penasehat mencalonkan 4 orang sebagai kandidat. Dan tidak seperti biasanya, tes-tes untuk memilih Kompur akan kita gelar secepatnya. Besok pagi akan kita mulai dengan tes akademik, hasilnya diumumkan keesokan sorenya. Pertarungan duel akan segera digelar kesokan pagi setelah pengumuman kelulusan kandidat dalam tes akademik. Pertarungan duel kami perhitungkan selesai kurang dari seminggu. Demikianlah agendanya. Agar mempersingkat waktu, kami persilahkan para penasehat untuk membacakan para calon komandan tempur….silahkan”, demikian kalimat singkat pembuka sidang dari Presiden klan.


Para penasehat bertukar pandang sejenak dan sepakat untuk memulai dari arah paling kanan yang paling berdekatan dengan duduknya Presiden. Seorang penasehat bertubuh pendek, botak, dan berjanggut putih membuka selembar kain kumal bertuliskan nama-nama calon.


Sambil mengelap jidatnya yang terus berkeringat dia mulai bicara. “Terima kasih, ini kandidat kami. Betawi mencalonkan Andi jabatan staff ahli komandan tempur, Rijal jabatan Kepala Rumah Bela Diri Klan, Yongki ahli rekondisi alat tempur, dan terakhir Jaja warga biasa yang dikenal pintar dan ahli bela diri oleh etnis kami”.


“Baik, kami dari etnis Minang. Inilah kandidat kami. Syam jabatan Menteri Dalam Negeri, Basir staff ahli komandan tempur, Kamal jabatan Kepala Teknologi Klan dan terakhir Ridham jabatan Kepala Pengamanan Air Klan”.


“Ok, berikutnya, kami dari kumpulan etnis minor. Kandidat kami, Kumar alias Keling jabatan Menteri Pemberdayaan Warga Klan, Li Cheng alias Bandot jabatan staff ahli komandan tempur, Akbar alias Bulu jabatan Kepala Energi Klan, Nickolas alias Bule jabatan Kepala Pengusaha Klan”.


“Baiklah kami yang terakhir, mohon maaf sebelumnya, ingin rasanya pakai alias, tapi kandidat kami entah kenapa tidak memilikinya…..hehehe….”, ujar penasehat dari etnis Batak yang diiringi dengan tawa oleh peserta sidang.

Lanjutnya kemudian, ”Kandidat kami, Pandapotan Menteri Keuangan, Korsi Asisten Ahli Menteri Dalam Negeri, Parada Asisiten Menteri Spiritual dan yang akhir adalah Jamin Kepala Persenjataan Klan”.


Demikianlah semua penasehat telah membacakan daftarnya.


Dan ketika Presiden tampak ingin berbicara, tiba-tiba dari arah yang berhadapan dengan para petinggi berdiri seorang pemuda gagah berambut panjang terurai. Setengah berteriak dengan matanya yang memerah.


“Saya tidak terima…saya tidak terima yang mulia para petinggi!”, ujarnya tegas menimbulkan gaung yang cukup lama. Tambahnya, “Saya protes karena menurut kebiasaan….”


“Diam kau anak muda!”, potong Presiden sambil berdiri diikuti oleh seluruh petinggi.


Rupanya dalam sidang klan ada semacam etika bahwa berdiri sebelum para petinggi berdiri atau sebelum diperkenankan oleh Presiden maka tidaklah sopan jika ada warga yang mendahului untuk berdiri. Ini merupakan penghinaan besar jika dilakukan didepan para petinggi. Penghinaan besar kepada Presiden, sehingga apabila Presiden melakukan apa saja terhadap si pelanggar, semua warga akan memakluminya.


“Kau saya perintahkan untuk duduk bersila sopan”, imbuh Presiden dengan suara yang dalam, memperlihatkan karismanya.


Namun sang anak muda ini tidak serta merta duduk malah berujar,”menurut tradisi klan, seorang staff ahli tempur selalu dicalonkan oleh etnisnya menjadi komandan tempur, kenapa saya tidak?”.


Sangat berang dengan sikap pemuda ini, Presiden dengan cekatan melemparkan pisau kecil dari selipan ikat pinggangnya tepat mengarah ke dengkul si pemuda dengan maksud melumpuhkan dan membuatnya terduduk. Terdengar desingan dan kilatan pisau kecil itu sedemikian cepatnya melesat. Semua yang hadir terkejut dan menduga pastilah si pemuda ini menderita cedera pada tempurung kakinya.


Dan,”trakkkk…” terdengar bunyi yang nyaring.


Dugaan itu ternyata salah. Tiba-tiba saja pisau kecil itu telah terhimpit di bawah kasut perang sang pemuda. Kasut perang terbuat dari bahan kain tebal seperti terpal sampai ke betis dengan alas kasut terbuat dari olahan karet keras. Tidak ada yang dapat melihat bagaimana Militant berhasil melakukan itu. Begitu cepat dan singkat.


Tak urung sang Presiden terkesima dan sesaat kemudian beliau berujar, “jika kau tidak menuruti perintah saya untuk segera duduk bersila, maka silahkan keluar atau saya perintahkan seluruh staf ahli komandan tempur untuk membunuhmu!”.


Tanpa diduga ketiga staff ahli komandan tempur yang duduk sejajar dengan pemuda ini semuanya berdiri untuk kemudian memeluk pemuda itu dan memaksanya duduk.


Bandot yang terkenal penggusar dan tidak tahu aturan, memeluk erat pemuda ini dan mendudukkannya kembali. Li cheng disebut bandot karena janggutnya menyerupai janggut kambing dan keberaniannya yang selalu menyeruduk lawan lebih dulu juga ibarat kambing marah.


Bandot berbisik, ”sabar sobat, aku mendukungmu. Tapi harus dengan tertib dan sesuai aturan. Aku, Bandot, yang kau bilang selalu tidak punya aturan, sekarang lihat siapa yang tidak punya aturan….hebat kau sobat, tapi tenanglah dulu”.


Sejurus kemudian Bandot berujar kepada para petinggi yang nampaknya masih gusar. “Saya Li Cheng, mohon maaf yang mulia petinggi. Militant sudah tenang. Kawanku ini hanya masih sangat berduka karena kepergian abangnya. Kami para staff ahli komandan tempur menjamin ketenangan sidang ini. Silahkan Presiden untuk melanjutkan sidang.”


Suasana tenang kembali dan para penasehat terlihat bertukar kata yang intinya adalah Bandot dan Militant seakan beralih tempat dalam berperilaku. Militant dikenal sangat sopan dan tahu aturan dan sebaliknya si Bandot inilah yang terkenal selalu membuat heboh dalam persidangan. Dan mereka kemudian berbisik kepada Presiden untuk meminta Presiden memahami kejadian ini karena Militant kelihatan masih terganggu emosinya.


Disaat masih hening, Presiden melanjutkan. “Baiklah dengan menghormati dewan penasehat dan menghargai teman-teman staf ahli kompur maka saya mempersilahkan anda untuk meneruskan apa yang menjadi protesmu. Silahkan Militant..”.


Kali ini sambil duduk bersila dengan mata yang masih memerah, Militant menjawab dengan lugas, ”yang mulia para petinggi, saya telah bersumpah untuk memenggal Nowa klan Wanda demi abang saya. Ijinkan saya maju berkompetisi menjadi Kompur. Kebiasaan klan ini selalu mengikutkan staf ahli kompur sebagai kandidat. Kenapa saya tidak.. Ijinkan saya..mohon, ijinkan”.


Presiden melihat kepada penasehat etnis Batak dan memberikan sinyal kepadanya untuk menjawab keberatan Militant.


“Sidang yang terhormat, kami dari etnis Batak ingin sekali mengajukan nama anda sebagai kandidat, namun menurut undang-undang kita, seorang Kompur haruslah berusia semuda-mudanya berumur 25 tahun. Sedangkan menurut catatan kami, usia anda baru beberapa hari yang lalu memasuki usia 22 tahun”, demikianlah penjelasan penasehat etnis Batak, seorang tua kurus berkacamata bulat dan semua rambutnya telah beruban.


Kemudian Presiden menambahkan, “kalau memang demikian, Militant, kau bisa maju menjadi kandidat 2 tahun lagi. Sabarlah menunggu”, pinta Presiden.


“Kalau saya tidak diijinkan untuk menjadi kandidat kompur, maka saya akan mengundurkan diri saat ini juga”, tukas Militant cepat, namun kali ini dia berujar dengan halus dan lembut sambil melucuti pin emas di dada, lambang jabatan staf ahli kompur dan meletakkannya di pahanya.


Perilaku melucuti lambang dan menaruhnya di paha adalah simbol kekecewaan yang dasyat terhadap klan. Dan yang membuat peristiwa ini sangat khusus adalah dilakukan oleh seorang Militant.


Militant adalah pemuda yang sangat brilian. Karir di militer digeluti pada usia yang sangat muda yakni 13 tahun. Usia termuda untuk diijinkan terjun dalam kemiliteran menurut aturan klan Kumpulan adalah usia 16 tahun. Belum pernah ada yang semuda itu sepanjang sejarah. Pengangkatan pertamanya sebagai militer dulu menimbulkan kontroversi berkepanjangan.


Pengangkatannya sebagai staf ahli kompur juga yang termuda sepanjang sejarah yakni usia 18 tahun. Pendeta, sang Kompur, enggan melantiknya sebagai staf ahli kompur karena mengkhawatirkan adiknya yang masih belia untuk terlibat dalam kancah perang brutal, juga menimbulkan kontroversi. Hanya karena prestasi tempur di medan perang dan desakan warga dari seluruh etnislah yang membuat Pendeta tidak mempunyai pilihan lain.


Militant selalu mengundang perhatian dalam kariernya. Kecakapannya dalam bergaul membuat ia selalu diterima bak saudara dalam etnis manapun dalam klan nya. Pengetahuan akademisnya juga luar biasa. Kekuatan ingatannya yang seperti mesin scan membuatnya unggul dalam pengetahuan apapun. Kemampuan analisanya mengagumkan. Wajahnya tidak dapat dibilang ganteng, namun gagah dan memancarkan kelembutan dan karisma yang luar biasa. Tubunnya tegap, atletis dan menunjukkan perkembangan penuh layaknya orang dewasa.


Dan kali ini, kekecewaan terhadap klan telah dinyatakan tegas dan jelas dengan menjatuhkan lambang jabatan ke pahanya. Sidang terhenti sejenak. Semua peserta sidang terkesima.


Bandot tiba-tiba berteriak lantang, ”jika Militant mengundurkan diri, Bandot juga”, Bandot mencabut lambang jabatannya dan menjatuhkan ke pahanya.


“Bagi seorang Bandot, tidak ada semangat lagi untuk berperang jika kehilangan Pendeta dan Militant, semua ini tidak berguna!”, lanjut Bandot dengan mendelik bersemangat sambil meremas-remas tengkuk Militant seolah-olah ingin menyampaikan dukungan, sampai Militant harus menahan kepalanya agar tidak terdorong terlalu jauh kedepan.


Tidak diduga kedua staf ahli kompur yang lain yakni Andi dan Basir melakukan hal serupa tanpa kata-kata, hanya melepaskan lambang jabatan dan meletakkannya diatas paha mereka.


Goa datar serta merta dipenuhi oleh suara berisik oleh bisik-bisik peserta sidang yang berkepanjangan, menimbulkan gaung dan kombinasinya menerbitkan suara dalam goa datar menjadi aneh tidak karuan.


Presiden dengan cepat menepuk tangannya sebanyak tiga kali dan menenangkan sidang.


“Plakk..plakkk…plakkk…. Harap tenang. Kawan-kawanku staf ahli kompur, kami tidak dapat membiarkan aturan dilanggar seenaknya. Tugas Presiden untuk menjamin itu. Namun demikian, ijinkan kami selaku petinggi untuk berdiskusi mencari jalan keluar. Silahkan kalian semua untuk keluar sejenak dari goa datar. Tunggu panggilan kami untuk membuat keputusan akan situasi ini”.


Presiden dan para petinggi lain berdiri dan mempersilahkan semua untuk keluar dari goa datar.


Setelah semua meninggalkan goa datar dan menyisakan para petinggi dalam goa datar, penasehat etnis minor tertawa terbahak-bahak.


“Ha..ha..ha…tadi aku melihat ekspresi wajah dari Presiden, sewaktu Militant berhasil melumpuhkan pisau kecil tadi...hahahaha…luar biasa…sampai beliau seorang mantan Kompur hebat di jamannya pun melongo”.


Presiden tersenyum sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tidak gatal, berujar, “betul-betul luar biasa…, dasyat dia, belum pernah kulihat gerakan secepat itu”.


“Ok, sebaiknya kita hentikan gurauan ini, dan seriuslah. Saya agaknya mempunyai jalan keluar atas situasi ini”, ujar penasehat etnis Minang yang terkenal serius dan punya pengetahuan luas.


“Pada tahun 2810, pernah diangkat Kompur berusia 24 tahun dengan landasan hukumnya adalah undang-undang darurat yang diterbitkan pada tahun yang sama. Dewan Penasehat waktu itu tanpa Presiden, mengundangkan undang-undang darurat, oleh karena Presiden, Kompur dan tiga staf ahli kompur tewas terkubur dalam goa logistik akibat gempa bumi. Saat itu, seorang staf ahli kompur terpaksa ikut dalam kandidat Kompur dan berhasil memenangkan jabatan Kompur di usia 24 tahun. Bertahun-tahun klan kita tanpa Presiden, Dewan Penasehat membentuk Presidium dalam memimpin klan. Undang-undang itu dibuat karena klan waktu itu tidak punya banyak pilihan orang-orang ahli tempur. Dan memang situasinya darurat. Undang-undang itu mengisyaratkan keadaan dapat dinyatakan darurat oleh Presiden atas ijin Dewan Penasehat berdasarkan situasi klan. Dan Dewan Penasehat harus bersuara bulat untuk menyatakan keadaan darurat tersebut, tidak boleh melalui voting. Apakah undang-undang darurat tahun 2810 bisa kita gunakan?”, tanya penasehat etnis Minang seolah-olah bertanya-tanya pada dirinya sendiri sambil mengernyitkan alisnya.


“Apakah undang-undang darurat itu pernah dicabut atau dibatalkan?”, tanya Presiden.


Hampir bersamaan penasehat etnis Betawi dan Batak menjawab, “seingat saya belum pernah”.


“Tapi apakah situasi ini, ya seperti sekarang ini dapat dianggap darurat, kita kan sedang menang perang?”, tanya penasehat etnis Minang juga seolah-olah bertanya dengan dirinya sendiri, sambil masih mengernyitkan alisnya, semakin dalam.


Goa datar hening.

Masih hening.

Nampaknya goa datar hari ini menciptakan jeda hening yang panjang dari biasanya.


Masih hening sampai ketika penasehat etnis Betawi menunjuk jarinya seolah-olah ingin mengemukakan pendapat dan semua menjawab kompak untuk mempersilahkan beliau berbicara,”Ya silahkan bicara yang mulia penasehat…”.


Sambil tersenyum, penasehat etnis Betawi berujar pelan, “maaf saya hanya ingin ijin kencing sebentar..”.


Semua melongo untuk kemudian tertawa sumringah oleh kelakuan penasehat yang terkenal suka membanyol ini.

Kemudian goa datar hening kembali. Hening sampai saat terdengar langkah mendekat penasehat etnis Betawi sehabis buang air kecil.


Sambil melangkah penasehat ini berujar, “Kalau Militant tidak disertakan, akan memancing gelombang kekecewaan di warga klan. Apalagi semua staff ahli kompur mengundurkan diri. Ini bagi saya terdengar seperti situasi darurat. Bagi saya sederhana, daruratlah kondisi sekarang ini”, penasehat etnis Betawi sudah duduk bersila kembali menempatkan dirinya ke posisi semula.


Penasehat etnis Batak menoleh kearah kiri kearah koleganya penasehat etnis Betawi seolah-olah mengagumi kesederhanaan berpikirnya yang justru menyelesaikan perkara. “Ya, benar, saya kira undang-undang dan semua aturan kan demi warga klan keseluruhan. Kita sadar bahwa jika Militant tidak diperbolehkan menjadi kandidat, staf ahli kompur minggat semua, wah..ini menyakitkan hati seluruh warga. Dan kita akan menuai gelombang protes yang tidak berkesudahan. Jika seluruh warga tidak senang, apalah artinya undang-undang ini semua”, imbuh penasehat etnis Batak.


“Menurut saya pun demikian. Mari kita gunakan undang-undang darurat itu. Bahkan warga klan tidak akan pernah menanyakan alasan kenapa Militant dapat ikut menjadi kandidat. Sebaliknya, kita akan dihujat oleh seluruh warga jika Militant tidak ikut dalam kompetisi Kompur. Prestasi bocah itu sangat gemilang!”, imbuh Presiden.


“Nah, kalau begitu, itu jugalah nasehat kami kepada anda Presiden”, ujar penasehat etnis Minor dengan bersemangat, “Bukan begitu yang mulia para penasehat?”, tanyanya lagi sambil mengedip-ngedipkan matanya kearah semua kolega penasehat. Mereka semua mengangguk-angguk setuju.


Hening kembali. Semua menunggu tindakan yang akan diambil sang Presiden.


“Baiklah, kita sudah sepakat. Biarlah saya tiup asap hijau untuk memanggil mereka semua agar hadir kembali kesini”, tukas Presiden sambil melangkah kesuatu corong dan membakar ujungnya, membiarkan api pada ujung corong mati dengan sendiri, kemudian mengambil pipa yang diikatkan dekat dengan corong, menempelkan salah satu ujung pipa ke corong dan meniup ujung pipa yang lain dengan hembusan yang kuat. Ini adalah corong hijau yang dapat menghasilkan asap hijau diujung luar goa, menandakan panggilan masuk berkumpul kedalam goa. Klan Kumpulan menggunakan tanda-tanda asap berwarna untuk isyarat kepada warganya.


Hampir bersamaan dengan itu terdengar, “Hussshhhaaa…,” yel-yel para petinggi mengiringi tiupan asap hijau sang Presiden.


Semua telah berkumpul kembali dan sidang siap untuk dimulai.


“Baiklah, terima kasih untuk hadir kembali. Kita akan mulai untuk sidang. Tapi ingat, saya tidak toleransi terhadap peserta sidang yang tidak kenal aturan,” sambil melirik kearah Bandot.


Bandot yang dilirik Presiden menjadi salah tingkah untuk kemudian melirik kearah Militant dan Presiden dengan bergantian, seolah-olah ingin memberitahu bahwa yang mengacaukan sidang tadi adalah Militant bukan Bandot.


Presiden tanpa ekspresi meneruskan, “Permintaan Militant untuk ikut dalam kompetisi Kompur kami ijinkan, menimbang…”


Seketika goa datar riuh rendah dengan tepukan tangan dan sorak-sorai peserta sidang, sampai akhirnya Presiden meneruskan kata-katanya dengan berteriak dan melotot kepada hampir semua peserta sidang, menandakan kata-katanya belum selesai dan meminta sidang untuk tertib kembali, “MENIMBANGGGG….…menimbang undang-undang darurat No.1 tahun 2810, yang memperkenankan kandidat Kompur berusia dibawah 25 tahun. Namun mengingat penasehat etnis Batak telah mengumumkan keempat kandidatnya dan ini merupakan kewenangan dari beliau untuk memutuskan, maka kami mempersilahkan penasehat etnis Batak untuk mengambil keputusan”.


“Baiklah, karena keempat kandidat dari etnis Batak sudah saya umumkan dan semua kandidat sudah diundang untuk hadir, dan sebelum saya mengambil langkah yang merupakan kewenangan saya, maka saya mengharapkan kerendahan hati salah satu dari para kandidat untuk mengacungkan jari sebagai tanda mundur dari kandidat, sehingga tempatnya dapat diberikan kepada Militant”, kata penasehat etnis Batak.


Tidak lama kemudian, hampir secara serentak terlihat empat jari telah mengacung keatas, pertanda semua kandidat dari etnis Batak secara sukarela siap mundur untuk memberikan tempatnya kepada Militant.


“Luar biasa, baiklah. Kalau tidak ada yang mengacung, sedikit ada masalah karena terpaksa saya harus memilih dan menggunakan hak saya untuk itu…hmmmm…semua mengacung rupanya masalah juga, karena saya terpaksa harus menggunakan juga hak pilih saya”, ujar penasehat etnis Batak, tersenyum, sambil menggaruk-garuk kepala yang disambut tawa semua peserta sidang.


“Oleh karena itu, dengan segala kewenangan yang ada pada saya, maka saya akan memperbaharui susunan kandidat dari etnis Batak sehingga menjadi : Pandapotan Menteri Keuangan, Korsi Asisten Ahli Menteri Dalam Negeri, Parada Kepala Persenjataan Klan dan Militant jabatan staff ahli kompur”, tutup penasehat tadi.


Begitu selesai pengumuman tadi, semua peserta rapat bertepuk tangan, tidak terkecuali Presiden dan para petinggi lain.


Bandot merangkul Militant dan berujar, “nah sekarang, kerahkan segala kemampuanmu untuk mengalahkan Bandot si Pemberani, agar kau dapat menjadi Kompur saudaraku, jabatan Kompur tidak akan mudah kuberikan padamu”. Tak kuasa Bandot menahan haru sehingga membuat matanya berkaca-kaca.


Militant menukas, ”siapkan seluruh nyalimu sobat, karena Militant akan memimpin prajurit tempur, dan akan kita akan sering berperang untuk menghancurkan klan Wanda selama-lamanya”.


Mereka berdua terbahak-bahak sambil menahan laju air mata agar tidak jatuh menetes. Sementara itu para petinggi berdatangan ke arah Militant guna memberi selamat yang diikuti oleh peserta sidang yang lain.


Entah kenapa semua berangkulan satu sama lain tanpa terkecuali setelah didahului oleh bersalaman dan yel-yel husha. Kebahagian ini mirip seseorang yang paling dicintai, telah diangkat menjadi Presiden klan. Hal ini belum pernah terjadi hanya untuk seorang kandidat kompur.


No comments:

Post a Comment