Waktu aku masih kecil dulu, bertahun-tahun yang lalu, ketika aku masih tinggal di Medan.
Ada peristiwa lucu menyangkut bapakku.
Dia dulu mempunyai mobil hardtop dan sopirnya kupanggil bang Ento (tidak paham artinya Ento itu apa, mungkin "Entu", kalau sedang besar).
Nah, suatu ketika bapakku ingin mengganti ban hardtop nya dengan ukuran yang lebih guedhe lagi. Biasalah sok "anak maen" juga nih "bocah tua nakal". Mau beli yang baru dia tidak mau. Mungkin sayang duit karena ban yang sekarang dipakai juga terhitung masih baru.
Akhirnya dia curhat sama bang Ento (entu yang besar, kekekekek).
Bang Ento.
Posturnya yang kuingat, gempal, ya gempal banget dan pendek. Wajahnya bulat, mata sedikit sipit. Sipit ini bukan karena aslinya tapi karena matanya dihajar dari segala penjuru oleh kegempalan daging-daging di wajah. Kalau berjalan ya sudah jelas bukan prok..prok...prok.. karena dia bukan seorang kapiten, melainkan lamban dan kayak kingkong karena dia cuma seorang Ento yang gempal. Jangan ditanya kalau lagi menyetir, pasti orang tidak menyangka bahwa si pengendara seorang Ento,. yang gempal itu. Seingatku, sering kupanas-panasi untu ngebut, dan dia membawa hardtop itu seperti gokar. Awas bang, diliat bokap. Bisa dijambak bulu ketekmu. Hidup Ento! Sumpah, aku pengen melihat wajahmu lagi. Masih takut istri tidak bang??
Kita teruskan. Pagi hari saat rutin seperti biasa, bang Ento datang untuk menyiapkan mobil, mencuci dan memanaskan mobil. Saat dia mengenakan kaos oblong yang sedikit bolong disana-sini, bapakku mendatanginya.
Bapakku : "Nto, aku rasanya mau ganti ban"
Ento : "Kenapa pak, ini kan masih bagus?"
B : "kurang jago kurasa ban ini" (dengan logat Medan yang kental. Sampai sekarang tidak bisa dirubahnya logat itu. Kental!)
E : "ah..udah jago ni pak. Mau cemana lagi?" (mencoba ngeyel)
B : "Ga To..sudahlah. Kalo kubilang ganti, kau nurut aja". (datar saja, mencoba sesingkat mungkin memenangkan komunikasi)
E : "Ya udahlah, awak kan ngasi pendapat aja bos.. masih bisa lah ban ini?" (masih mau ngeyel)
B : "Aku mau ganti dengan ukuran yang lebih besar. Biar lebih mantap barang itu To... Tapi betul yang kau bilang. Makanya aku mau ban yang bekas aja, tapi kondisi harus masih baguslah. Ban terpasang yang kau bilang masih bagus ini, kita jual lagi. Jadi aku ga keluar banyaklah uang. Cemana kau rasa To?" (tetap dengan pendirian, sambil memencet-mencet ban dengan kaki kirinya)
E : "Aku ikut aja bos.."
B : "Nah..ini masalahnya. Aku ga tau tempat jual ban bekas. Kau kuingat pernah cerita, ada kawanmu yang jual ban-ban bekas kan?" (memandang tajam butuh pengakuan cepat)
Ento garuk-garuk kepala, tidak ingat, keningnya yang berkeringat mulai berkernyit.
B : "Dulu kau pernah bilang. Aku masih ingat To" (Tekan terus bos, biar ngaku..hehehehe)
E : "Pernah ya pak..aku ga ingat. Tapi memang ada kawan kita yang bisnisnya ini pak..rasanya aku belum cerita." (masih garuk-garuk kepala, bingung, berusaha mengingat-ingat)
B : "Nah, cepat kau cuci mobil itu. Aku mandi, abis aku mandi, langsung kita cauw (=pergi. istilah ini dulu sering digunakan di Medan. Sepertinya berasal dari bahasa Cina)."
Tidak perlu memperpanjang cerita. Sampailah mereka di rumah teman bang Ento. Terjadi percakapan. Intinya teman tadi bilang bahwa dia tidak melakukan stock di rumahnya. Namun ada di rumah temannya lagi.
Bapakku mengajak teman tadi itu bergabung saja di satu mobil untuk menuju ke teman yang punya stock. Jadi sudah bertiga didalam mobil.
Setengah jam perjalanan, tiba di rumah teman yang dianggap punya stock. Terjadi percakapan.
Intinya teman yang semula dianggap punya stock ternyat menyimpan di rumah kawannya. Kali ini bang Ento yang tanpa dikomando menawarkan untuk sekalian saja bergabung mencari alamat rumah kawan baru yang dianggap punya stock. Bapakku sudah mulai diam. Meluncurlah mereka. Sekarang mereka sudah berlima, karena ada dua penumpang baru yang diangkut dari tempat ini.
40 menit perjalanan. Maklumlah, menurut dua orang teman baru ini, rumah teman yang dianggap punya stock agak-agak di pinggiran. Bapakku masih diam, cerianya sangat berkurang, tidak lagi kayak pagi tadi. Terjadi percakapan di tempat baru ini. Intinya, teman yang dianggap punya stock ternyata menyimpan di tempat temannya. Ento agaknya sudah mulai terbiasa dengan urusan begini. Langsung saja menawarkan untuk turut serta mencari alamat teman yang dianggap punya stock.
Bapakku sudah tidak turun lagi dari mobil dan tidak terlibat percakapan, hanya mengutus bang Ento. Naik lagi dua penumpang untuk mencari benda yang namanya ban bekas. Wajah bapakku sudah mulai memerah. Mobil sudah penuh sesak, ban yang cuma bekas saja belum ada tanda-tanda terlihat wujudnya. Hari sudah jauh melewati jam makan siang.
Saat suasana yang full manusia di dalam mobil, mulai riuh juga lah suasana percakapan antar penumpang. Walau Bapakku diam saja namun kupingnya mendengar seluruh obrolan mereka. Terjadi percakapan yang intinya mengkerucut kepada nama satu orang sebagai pemilik ban bekas yang sesungguhnya. Menarik.
Inilah percakapan yang mengerucut tadi.
Penumpang terakhir masuk (PT) : "Kita ini kan mau kerumah si Kirman. Tapi biar kalian jelas dulu, si Kirman ini bukan yang punya ban bekas. Tetangganya yang pasti punya ban bekas itu. Namanya Latip (=harusnya Latif, tapi dia sebut Latip)"
Penumpang pertama masuk (PP) : "Dimana rumah si Kirman ini?"
PT : "Amaliun bang..amaliun lah yang dekat lapangan bulu tangkis itu. Persisnya awak ga tau , tapi awak bisa nunjukkan jalannya."
PP terkesiap. Terhenyak dan mulai terduduk lemas, dia menggumam : "Ohh Kirman itu. Aku kenal baik. Itu tetanggaku..."
PT : "Ahhh...kenalnya rupanya abang ini ama Kirman itu...ah sudah gampanglah kita ini".
Tiba-tiba bang Ento setengah berteriak dan memukul stir :"Masalahnya dia itulah si Latip. Cemananya kalian ini. Udah seharian kita jalan woi..ujungnya tak ada, bulat ini woi!" Bang Ento berusaha menoleh-noleh kan kepalanya kebelakang sebelum ditegur Bapakku untuk mengarahkan pandangannya fokus kedepan.
PT : "Jadi abangnya si Latip-latip itu??" (mukanya bloon nya diarahkan langsung ke wajah si Latif)
PP : "Iya...abang inilah Latip yang dimaksud ama si Kirman itu. Kirman itu kan pernah abang pesankan, supaya kalau ada yang nyari ban bekas hardtop bilang ke abang.. Masalahnya itu kan udah setahun lalu, aku pun lupa, entah kawan yang mana yang pernah punya ban seken itu.."
Semua penumpang : "Alahmakkk...mati kita!"
Sampai disini Bapakku justru tertawa ngakak. Dia mengumpat dalam hati : "Dasar anak Medan, beginilah kalo makelar kampung!"
Bapakku : "Ento..berhenti sebentar".
Bang Ento pun memberhentikan mobilnya. Sedikit ada senyum di wajah Ento, agaknya dia tahu apa yang akan terjadi. Sudah terbiasa dengan polah bosnya.
Bapakku : "Nah..sekarang, semua kalian turun disini. Kalian ini makelar sontoloyo semua. Turun!" (gertak Bapakku)
Semua penumpang : "Pak..cemana kami pak. Rumah kami masih jauh pak.." (mengiba)
Bapakku : (ga ngomong, hanya membukakan salah satu pintu penumpang, dan mengarahkan telunjuknya kea arah jalan sebagai isyarat perintah untuk segera turun)
Turunlah semua penumpang.
Bapakku menjulurkan kepalanya keluar dari jendela mobil, sempat-sempatnya bilang ke arah penumpang yang sudah keluar semua tadi : "Ligattt sikitttt....". (=ligat itu bahasa Medan yang artinya cepat. Disini lebih cenderung mengejek mereka untuk segera pulang dengan cepat, entah mau naik apa, yang penting ligat)
Setelah mobil kembali berjalan menyisakan Ento dan Bapakku, tiba-tiba : "Bapppp..." (lengan gempal Ento ditonjok Bapakku, keras sekali). Ento hanya menyengir.
Bapakku : "Kimak kau lah To...informasi kau mencelakakan aku hari ini!". Setelah memaki ini, Bapakku terdiam sejenak dan kembali ngakak. Terbahak lagi. Sepertinya dia menertawakan kesialan hari ini. (Kimak adalah ungkapan makian khas Medan yang berskala tinggi jengkelnya)
Bapakku : "Makan dulu kita To.. Udah mau mati aku dibuat kawan-kawanmu itu!"
Ento menyengir dan menelan liurnya. Lapar membuatnya langsung seketika melupakan kejadian tadi.
Huahahahahahaha......udah dimana si Bang Ento (Entu kalau udah gede) ini sekarang??? Kenalkan dulu ke kita, kawan!! Sekalain juga kawan2nya itu, hahaahahaha.
ReplyDeleteKisah ini sangat "kental" menjadi representasi "nikmatnya hidup di Medan! Semuanya bisa membuat umurmu panjang, kawan!". Ayo kita ke Medan, choiii....Ligat sikit!!! :))
Yoi pren biar kucari dulu si Entu(karena uda besar)itu...
ReplyDelete