Wednesday, February 18, 2009

Lagi...Pemimpin

Nampaknya ada yang penasaran tentang tulisan bermodel dialog dengan judul Pemimpin yang aku posting kemarin.

Question :
Ko dialognya kasar amat...ada makan tai segala?

Answer :
Hehehe..Ok, pertama, tulisan itu kan dialog antar teman dekat. Mungkin bagi sebagian orang, walaupun sudah berteman dekat, bahkan dekat sekali, mereka tetap menggunakan bahasa yang santun. Tapi ada loh, sebagian lagi kalau sudah berteman dekat, bahasa yang keluar jadi seenaknya. Ini mirip budaya orang Jawa Timuran yang begitu bertemu sobatnya langsung menyapa dengan "Diamput", "Diancuk", "Asu", dll.
Atau orang Sumatera Utara berbalas tutur dengan sobatnya dengan "Woi..tukkik","Totong", "Kimak", dll.
Ini arti yang sesungguhnya kasar, namun jika datang dari seorang sobat dalam kondisi yang bersahabat justru menunjukkan keakraban yang dalam.
Aneh?? Mungkin juga...tapi jangan serius-serius kali lah...boleh dicoba mungkin dan rasakan keakraban yang lebih dalam lagi...hehehehe...
Yang kedua, ini kan blog pribadi. Jadi biarkanlah aku ekspresif sesukaku. Kupikir masih dalam taraf wajar. Jika tidak suka, mohon maaf dan please di skip aja bagian "makan tai" nya..upsss sori lagi ya..hihihihi...
Yang ketiga, ada yang ingin kusampaikan apa makna sesungguhnya dari "makan tai" atau "makan telek". Tapi di point berikut yak..sabar yak...

Question :
Jadi apa intisari pemimpin dari tulisan itu?

Answer :
Hmm....sebenarnya malas juga nih mengintisarikan. Maksudku biarlah orang yang menarik kesimpulan dari buah pikirku. Beda-beda tak mengapa. Silahkan saja. Tidak mesti sama dengan pendapatku ko..
Tapi pada saat aku menulis itu, aku hanya ingin menyampaikan beberapa buah pikir pribadiku yang tentu saja terambil dari pengalaman selama ini, yakni :

a. Pemimpin itu diperlukan dalam sebuah kumpulan apapun. Oleh karena itu harus ada kepala cabang, kepala divisi, ketua tim, dll.

b. Sekali berstatus pimpinan entah itu given atau berdasarkan pemilihan umum, maka pemimpin ini haruslah memimpin dengan hati nuraninya. Hati nurani ini sih katanya suara Tuhan yang bernaung di hati kita...katanyaaa.... Cakupannya luas sekali. Namun dalam tulisanku itu yang kupikirkan adalah : jangan pernah merugikan bawahan, selalu melihat kinerja bawahan dari kemampuannya dan bukan dari SARA, jangan melecehkan bawahan secara seksual ataupun intelektual (ini makna dari "buka celana dan nungging" atau "nyodomi"), jangan membiarkan bawahannya untuk selalu merapikan dan menutup kesalahannya atau kebohongannya (inilah makna dari makan telek itu sesungguhnya), mencoba untuk bergaul dengan para bawahannya, tegas dalam bersikap (mohon dibedakan tegas dengan pemarah ya), berusahalah untuk bijaksana dengan tidak memihak.

c. Pemimpin akan memimpin sesuai dengan karakternya masing-masing. Dan ini melahirkan gaya kepemimpinan. Tidak ada yang sama satu sama lain. Tidak ada yang lebih baik. Tidak ada pemimpin yang sempurna. Tidak ada pemimpin yang tidak pernah salah. Pemimpin juga manusia biasa..yang kentutnya bau sama dengan bawahannya! Tapi jangan jadikan ini alasan untuk mempertahankan karakter burukmu yang pemarah misalnya. Jangan jadikan alasan bawahan untuk menerima segala makian hanya dengan alasan karakter aku memang pemarah. Kalau begitu bentrok nanti dengan point b. diatas...ga nyambung.

Kurasa cukup dululah ya...ini kan blog yang abadi. Nanti kalau aku bertambah pintar aku akan menulis lagi pengalaman memimpinku. Aku perkaya seturut dengan pengayaan dalam pengalamanku.
At least, point-point diatas itu sudah aku terapkan. Masih jatuh bangun tentu saja.

No comments:

Post a Comment