Tepat pukul 11.11 WIB (waktu handphoneku), kelingking jariku dicelup dalam tinta. Sah sudah aku sebagai pemilih yang menggunakan hak pilih.
Sebelumnya aku sama sekali tidak tertarik untuk menggunakan hak pilih. Tidak logis bagiku untuk memilih. Bagaimana tidak.
Apa ada yang tau persis seluruh nama-nama parpol yang terdaftar dalam kertas pemilu yang luasnya hampir menyerupai lembar koran??
Apa ada yang kenal dengan nama-nama caleg dalam "lembar koran" itu??
Kalau kalian bilang,"ada beberapa orang yang kukenal....!"
Aku bertanya lagi. Apa benar kalian yakin mereka mempunyai kapabilitas menjadi wakil kalian????
Tapi sudahlah..tokh akupun akhirnya memilih kok..hehehehe...lihatlah kelingkingku..sudah ada warna tintanya...
Yang membuat aku berubah pikiran adalah anak-anakku. Sampai dengan jam setengah 11 siang, aku masih memutuskan untuk golput, aku masih menonton Metro TV dan anak-anakku tengah asyik bermain PS di kamar kerjaku di lantai 2.
Saat aku naik menengok mereka, aku langsung berpikir bahwa anak-anakku harus mengerti mengenai pesta demokrasi ini. Daripada hanya bermain PS melulu, mendadak sontak aku ingin mengajak mereka ikut dan menonton aku untuk menggunakan hak pilihku. Awalnya mereka hampir serentak menjawab sambil mata tetap tertuju kepada layar TV yang bergambar pesawat tempur yang mengejar-ngejar pesawat lainnya, "Ngapainnnn.....??"
"Ikut papi nyontreng yuk...?"
"Ngapainnnn....?" Ulang mereka sekali lagi dengan mata yang masih menatap TV.
"Ini kan Pemilu..papi mau nyontreng nih..."
"Emang harus nyontreng yak...?" kata anakku tertua sambil melirik TV dan aku bergantian.
"Makanya ikut dulu, yukk....ntar papi jelaskan panjang lebar dehhh...."
Akhirnya mereka mau ikut. Tidak dengan hati yang meriah ceria, tapi tidak juga dengan ngedumel, well...datar-datar saja. Tapi bagiku itu tak penting karena aku ingin mereka belajar tentang hak-hak politik mereka. Aku ingin mereka mengerti tentang demokrasi.
Dan kami hanya berjalan kaki menuju TPS. Saat berjalan itulah aku menjelaskan tentang hak-hak politik mereka dan bagaimana mereka menggunakan hak pilihnya. Aku memutuskan untuk memilih karena aku ingin anak-anakku belajar!
Sampai di bilik suara, aku hanya tersenyum simpul. Aku bahkan tidak membuka semuanya menjadi lembar yang sangat raksasa. Hanya kucari partai yang ingin kucontreng dan kucontreng no.1 dari para caleg itu. Semuanya no. 1, siapa namanya akupun tidak perduli. Cool ha...?! Bhuahahahaha.... Negara apa ya ini.....????! Tak pentinglah, yang penting anak-anakku mengerti permainan pilih memilih ini...
Satu hal lagi, aku juga mengajari mereka untuk berani untuk tidak memilih jika tidak ada yang bisa mewakili suara mereka.
Kuulangi lagi. Saat ini aku tidak jadi golput demi pembelajaran anak-anakku. Kucontreng caleg bernama HANTU. Akhh...tak apalah. Apa bisa lebih rusak lagi negara ini dari yang sudah-sudah..?
Apa bisa mereka lebih merusak lagi?
Tidak mampu membangun, tidak mampu merusak jadi lebih rusak juga. Kurasa begitu.
Sesampai dirumah aku memandangi kelingking kiriku. Aku tidak percaya lagi dengan model pemilu yang melibatkan terlalu banyak partai. Soeharto juga yang benerrrrrr......plokkk...plok...plokkkk....
No comments:
Post a Comment