Di pedalaman Irian Barat. Tahun 1980-an.
Pagi yang cerah. Burung-burung berkicau indah. Embun pagi masih belum sirna diujung rerumputan. Sebuah suku yang masih bermalas-malasan telah dikumpulkan oleh pemerintah daerah setempat. Pemerintah daerah menyebarkan pengumuman agar mereka berkumpul di pinggir sebuah sungai yang lebar nan tenang. Sebuah sungai yang dikenal dengan banyaknya buaya.
Ratusan orang telah berkumpul. Anak-anak, perempuan dan laki-laki dewasa, tua-muda, cacat dan normal. Semua berkumpul, semua hampir bugil. Ya iyalah...kan tahun 80an. Sekarang aja masih banyak yang pakai koteka kan?
Pemda setempat agaknya didampingi oleh 5 orang bule asal Australia. Bule-bule ini membawa banyak peralatan. Canggih-canggih deh. Ada senapan pembius, mesin pelontar jaring yang dapat menembakkan jaring khusus kemudian menarik jaring yang dilempar tadi dengan kekuatan yang bisa diatur lewat beberapa tombol.
Saat semua orang dalam suku yang diperintahkan untuk berkumpul masih dalam keadaan heran, terdengarlah suara seorang pejabat pemda.
"Terima kasih telah berkumpul disini". Pakai toa.
"Sik jruh prk euh lihh saa..", seorang penterjemah mengartikan dengan bahasa asli suku terasing setelah diberikan toa oleh pejabat pemda yang bicara duluan.
"Kami membawa tamu dari Australia dan kami akan memberikan kesempatan bagi mereka untuk berbicara kepada anda semua, mohon agar anda menyimak dengan baik. Walaupun kami tau ini masih pagi dan tentunya anda masih banyak yang malas, tapi percayalah ini berguna", sambung pejabat. Pakai toa.
"Kru poi rokl weoi Osetaralia, dun barkl...", singkat saja si penterjemah. Hal ini membuat pejabat tidak puas. Dia berbisik dan menanyakan kenapa terjemahannya singkat sekali padahal kalimatnya tadi panjang. Sejenak pejabat mengangguk-anguk setelah mendengar jawaban si penterjemah, namun wajahnya terlihat belum puas. Penterjemah menjelaskan bahwa suku ini kurang suka dengan kalimat panjang, selain itu daya tangkap si penterjemah sendiri pun lemah.
Seorang bule Australia yang terlihat lebih tua dan rada songong dibanding lainnya langsung menyambar toa dan bicara. Tidak sabar nampaknya.
"Hello..good morning everone. Right now we gather here just want to demonstrate to all of you how to deal with wild animal, such as crocodile. We bring you, just infront of you now, a set of tools that make your life easier and safe. We have a throw-draw net machine, with so many things improvement from the last model, and...bla...bla...". Pakai toa.
Pejabat yang tadi bicara menterjemahkan. "Selamat pagi semua. Ini bule mau kasi contoh kepada kita dan bawa macam-macam barang sebagai peraganya". Singkat saja terjemahannya. Hal ini membuat si bule tidak puas. Dia berbisik dan menanyakan kenapa terjemahannya singkat sekali padahal kalimatnya tadi panjang. Sejenak si bule mengangguk-anguk setelah mendengar jawaban si pejabat, namun wajahnya terlihat belum puas. Pejabat menjelaskan bahwa suku ini kurang suka dengan kalimat panjang.
Sementara itu penterjemah bahasa suku terasing menambahkan dengan logat Irian yang sangat kental,"Selain itu daya ingat si bapa pejabat ini juga lemah". Setelah berkata demikian si penterjemah terkekeh-kekeh seolah mengejek si pejabat.
Singkat cerita, 5 orang bule telah bersiap-siap mendemonstrasikan sesuatu.
Dua orang mengoperasikan mesin pelontar jaring, 1 orang yang mengarahkan moncong mesin pelontar ke arah target (pembidik), 1 orang memegang senapan bius, 1 lagi yah bule tua yang songong tadi, cuma beri perintah sana-sini.
Setelah siap, tiba-tiba terdengar suara tembakan mesin pelontar jaring memecah keheningan pagi. Burung-burung beterbangan kaget. Jaring telah terbentang di tengah sungai dan tepat mengenai seekor buaya kecil. Buaya di dalam jaring tertarik oleh mesin dan tergantung diudara, kemudian terdengar tembakan kedua yang keluar dari senapan bius mengenai buaya. Burung-burung kaget lagi, beterbangan makin menjauh.
Sesaat kemudian buaya kecil tadi pingsan setelah menggeliat-geliat kecil. Buaya pingsan diderek ke tepi sungai, diiring tepuk tangan 5 orang bule dan beberapa orang pejabat pemda.
Tidak ada reaksi dari ratusan orang yang berkumpul.
Tiba-tiba kepala suku berteriak, "e e e...Trukh cokl mriugk buavaa".
Yang artinya,"Ohhh ini orang tolol mau nangkep buaya tokh...!"
Disambut tawa oleh semua orang dalam suku itu.
Hampir bersamaan dengan itu hampir semua orang yang berkumpul melompat kedalam sungai, tua-muda, perempuan-pria, cacat-normal. Yang tinggal hanya beberapa orang yang pikun dan kepala suku.
Mereka menceburkan diri dan beberapa saat kemudian telah muncul kepermukaan. Tiap dua orang telah mengangkat buaya keudara, satu memegang kepala buaya bagian bawah, satu orang lagi memegang ekor buaya bagian bawahnya. Semua melakukannya dengan tertawa-tawa ceria.
Ada puluhan buaya sudah terangkat ke udara oleh orang-orang suku ini. Buaya kecil diangkat oleh para anak, perempuan, orang cacat dan orang tua. Buaya besar diangkat oleh para pria muda dewasa. Terlihat beberapa buaya berlarian kedalam sungai, lintang pukang.
Kepala suku kembali berteriak ,"yokl mrek cij buavaa...!!"
Yang artinya,"kasi tau orang-orang tolol itu cara nangkep buaya..!!"
Disaat orang-orang suku itu masih bermain-main dengan buaya tangkapan, entah bagaimana caranya, bule-bule dan para pejabat pemda berikut penterjemah telah pergi menghilang. Tidak ada suara, mungkin malu kali ya...
Pembelajaran : Jangan sok makanya, alat-alat canggih belum tentu lebih hebat dari kebiasaan dan tradisi!
(Mohon maaf jika menyinggung beberapa orang, bahasa yang digunakan adalah rekaan, namun kisah ini pernah terjadi, nyata!)
Pagi yang cerah. Burung-burung berkicau indah. Embun pagi masih belum sirna diujung rerumputan. Sebuah suku yang masih bermalas-malasan telah dikumpulkan oleh pemerintah daerah setempat. Pemerintah daerah menyebarkan pengumuman agar mereka berkumpul di pinggir sebuah sungai yang lebar nan tenang. Sebuah sungai yang dikenal dengan banyaknya buaya.
Ratusan orang telah berkumpul. Anak-anak, perempuan dan laki-laki dewasa, tua-muda, cacat dan normal. Semua berkumpul, semua hampir bugil. Ya iyalah...kan tahun 80an. Sekarang aja masih banyak yang pakai koteka kan?
Pemda setempat agaknya didampingi oleh 5 orang bule asal Australia. Bule-bule ini membawa banyak peralatan. Canggih-canggih deh. Ada senapan pembius, mesin pelontar jaring yang dapat menembakkan jaring khusus kemudian menarik jaring yang dilempar tadi dengan kekuatan yang bisa diatur lewat beberapa tombol.
Saat semua orang dalam suku yang diperintahkan untuk berkumpul masih dalam keadaan heran, terdengarlah suara seorang pejabat pemda.
"Terima kasih telah berkumpul disini". Pakai toa.
"Sik jruh prk euh lihh saa..", seorang penterjemah mengartikan dengan bahasa asli suku terasing setelah diberikan toa oleh pejabat pemda yang bicara duluan.
"Kami membawa tamu dari Australia dan kami akan memberikan kesempatan bagi mereka untuk berbicara kepada anda semua, mohon agar anda menyimak dengan baik. Walaupun kami tau ini masih pagi dan tentunya anda masih banyak yang malas, tapi percayalah ini berguna", sambung pejabat. Pakai toa.
"Kru poi rokl weoi Osetaralia, dun barkl...", singkat saja si penterjemah. Hal ini membuat pejabat tidak puas. Dia berbisik dan menanyakan kenapa terjemahannya singkat sekali padahal kalimatnya tadi panjang. Sejenak pejabat mengangguk-anguk setelah mendengar jawaban si penterjemah, namun wajahnya terlihat belum puas. Penterjemah menjelaskan bahwa suku ini kurang suka dengan kalimat panjang, selain itu daya tangkap si penterjemah sendiri pun lemah.
Seorang bule Australia yang terlihat lebih tua dan rada songong dibanding lainnya langsung menyambar toa dan bicara. Tidak sabar nampaknya.
"Hello..good morning everone. Right now we gather here just want to demonstrate to all of you how to deal with wild animal, such as crocodile. We bring you, just infront of you now, a set of tools that make your life easier and safe. We have a throw-draw net machine, with so many things improvement from the last model, and...bla...bla...". Pakai toa.
Pejabat yang tadi bicara menterjemahkan. "Selamat pagi semua. Ini bule mau kasi contoh kepada kita dan bawa macam-macam barang sebagai peraganya". Singkat saja terjemahannya. Hal ini membuat si bule tidak puas. Dia berbisik dan menanyakan kenapa terjemahannya singkat sekali padahal kalimatnya tadi panjang. Sejenak si bule mengangguk-anguk setelah mendengar jawaban si pejabat, namun wajahnya terlihat belum puas. Pejabat menjelaskan bahwa suku ini kurang suka dengan kalimat panjang.
Sementara itu penterjemah bahasa suku terasing menambahkan dengan logat Irian yang sangat kental,"Selain itu daya ingat si bapa pejabat ini juga lemah". Setelah berkata demikian si penterjemah terkekeh-kekeh seolah mengejek si pejabat.
Singkat cerita, 5 orang bule telah bersiap-siap mendemonstrasikan sesuatu.
Dua orang mengoperasikan mesin pelontar jaring, 1 orang yang mengarahkan moncong mesin pelontar ke arah target (pembidik), 1 orang memegang senapan bius, 1 lagi yah bule tua yang songong tadi, cuma beri perintah sana-sini.
Setelah siap, tiba-tiba terdengar suara tembakan mesin pelontar jaring memecah keheningan pagi. Burung-burung beterbangan kaget. Jaring telah terbentang di tengah sungai dan tepat mengenai seekor buaya kecil. Buaya di dalam jaring tertarik oleh mesin dan tergantung diudara, kemudian terdengar tembakan kedua yang keluar dari senapan bius mengenai buaya. Burung-burung kaget lagi, beterbangan makin menjauh.
Sesaat kemudian buaya kecil tadi pingsan setelah menggeliat-geliat kecil. Buaya pingsan diderek ke tepi sungai, diiring tepuk tangan 5 orang bule dan beberapa orang pejabat pemda.
Tidak ada reaksi dari ratusan orang yang berkumpul.
Tiba-tiba kepala suku berteriak, "e e e...Trukh cokl mriugk buavaa".
Yang artinya,"Ohhh ini orang tolol mau nangkep buaya tokh...!"
Disambut tawa oleh semua orang dalam suku itu.
Hampir bersamaan dengan itu hampir semua orang yang berkumpul melompat kedalam sungai, tua-muda, perempuan-pria, cacat-normal. Yang tinggal hanya beberapa orang yang pikun dan kepala suku.
Mereka menceburkan diri dan beberapa saat kemudian telah muncul kepermukaan. Tiap dua orang telah mengangkat buaya keudara, satu memegang kepala buaya bagian bawah, satu orang lagi memegang ekor buaya bagian bawahnya. Semua melakukannya dengan tertawa-tawa ceria.
Ada puluhan buaya sudah terangkat ke udara oleh orang-orang suku ini. Buaya kecil diangkat oleh para anak, perempuan, orang cacat dan orang tua. Buaya besar diangkat oleh para pria muda dewasa. Terlihat beberapa buaya berlarian kedalam sungai, lintang pukang.
Kepala suku kembali berteriak ,"yokl mrek cij buavaa...!!"
Yang artinya,"kasi tau orang-orang tolol itu cara nangkep buaya..!!"
Disaat orang-orang suku itu masih bermain-main dengan buaya tangkapan, entah bagaimana caranya, bule-bule dan para pejabat pemda berikut penterjemah telah pergi menghilang. Tidak ada suara, mungkin malu kali ya...
Pembelajaran : Jangan sok makanya, alat-alat canggih belum tentu lebih hebat dari kebiasaan dan tradisi!
(Mohon maaf jika menyinggung beberapa orang, bahasa yang digunakan adalah rekaan, namun kisah ini pernah terjadi, nyata!)
No comments:
Post a Comment