Juergen Klinsmann per tanggal 27 April 2009 diberhentikan sebagai pelatih klub besar dunia yakni FC. Bayern Muenchen. Bergabung menjadi pelatih bulan Juli 2008 dan seharusnya kontraknya berakhir hingga 30 Juni 2010. Klinsmann yang berusia 45 tahun pada tanggal 30 Juli nanti, dipaksa mundur karena performanya yang buruk dalam melatih FC. Bayern Muenchen.
Bagiku sebetulnya sulit menerima kenyataan ini. Paling tidak ada dua alasan kenapa didalam hatiku sangat berkeberatan. Alasan pertama karena Klinsmann ini merupakan idolaku. Subyektif memang, ya, tapi tetap merupakan alasan kan?
Klinsmann ini memang selalu menjadi idolaku. Sejak belum terkenal di tanah air, yakni awal tahun 80an, pemain sepakbola pirang ini sudah terus kuikuti perkembangannya. Pemain ini pertama kali memukauku pada sebuah berita kecil di sebuah koran (aku lupa koran apa). Disitu tertulis nama seseorang pemain dari sebuah klub sepakbola kecil bernama Stuttgarter Kickers yang diperkirakan akan menjadi bintang. Pada saat itu aku sangat mengandrungi berita olahraga sepakbola terutama berita tentang sepakbola Jerman, berikut pemain-pemainnya. Sejak saat itu sampai sekarang Klinsmann lekat dihati.
Alasan kedua karena aku tidak tahu cara menilai performa seorang pelatih sepakbola dari hasil bekerja yang hanya 9 bulan? Bagiku akan sangat mudah menilai performa seorang pemain sepakbola ketimbang pelatih. Seorang pemain yang fit bisa diketahui jago atau tidaknya mungkin dari 3-4 kali bertanding. Cukup. Tapi pelatih kupikir tidak begitu.
Agaknya performa Klinsmann dan pelatih lainnya ditentukan dari hasil pertandingan timnya atau dari target yang diberikan kepadanya. FC. Bayern Muenchen memang kalah telak menghadapi Barca di Liga Champions. Dan gagal melaju ke babak selanjutnya. Di Bundes Liga Jerman, FC. Bayern Muenchen juga terseok-seok dalam usaha "memantati" puncak klasemen. Inilah rupanya biang pemecatannya.
Menurutku keberhasilan seorang pelatih ditentukan banyak sekali faktor. Rada rumit loh...
Ada 20an pemain harus dikelola. Ada 11 pemain yang berjibaku di lapangan. Sarana lainnya. Bahkan bagian dapur bisa menentukan kegagalan pelatih bukan? Bayangkan jika secara teratur, seorang koki memasukkan ramuan tertentu kedalam makanan tim. Diracik setiap ada pertandingan yang menentukan. Tidak sampai mencret-mencret sih, hanya dibuat sebah perutnya... Repot kan. Ada sebelas orang berlari-lari dengan perut yang kembung. Sebentar-bentar kentut. Wahh..mau ngaku perutnya sakit ya tidak terlalu sakit. Kalau mengeluh, takut dibilang rewel. Masa sebah sedikit minta dokter tim meriksa...ga jantan amat sihhh.
Tidak mengeluh tapi lari kok tidak begitu lincah. Kalah duel melulu...hihihihi... Bisa saja kan?? Tuttt... eh kentut lagi dah...
Repot!
Bagaimana kalau di perusahaan?
Aku tidak tau di perusahaan lain. Aku hanya berkaca dari perusahaanku, sebuah perusahaan kecil yang sangat bersemangat ingin menjadi besar.
Mengukur performa seseorang pegawai bagi perusahaan kecil seperti punyaku sangat mudah. Well, sebenarnya sebesar apapun perusahaan, pada dasarnya kupikir sama saja.
Untuk jenis usaha tertentu sebut saja misalnya event organizer atau kontraktor. Ukuran performa pegawai adalah berapa proyek yang dihasilkan, seberapa besar laba yang dihasilkan dan yang terakhir bagaimana proyek itu dilakukan. Ketiga hal ini cukup bagiku untuk menilai performa pegawai.
Sedikit cerita kusisipkan disini.
Seorang kawan yang baru kukenal berkeluh kesah. Dia ini berkebangsaan Singapura. Posisi sebagai manajer di salah satu hotel berbintang di Jakarta. Seorang atasannya mengkritik performanya. Kawan baruku ini diberikan nota dinas yang berisikan sebuah peringatan agar tidak membawa karyawan yang berlainan jenis ke kamar pada saat dia istirahat. Kawan ini memang mendapatkan privelege sebuah kamar yang dapat digunakannya untuk rehat sejenak manakala dibutuhkan.
Terganggu dengan nota dinas ini, si kawan baru ini langsung menghadap ke owner hotel yang kebetulan juga menjadi Direktur mereka.
Sang owner tengah makan siang di sebuah sudut restaurant hotel miliknya ketika kawan baruku ini dipersilahkan untuk "curhat".
Setelah mendengar keluhan si kawan baruku ini, sambil menyeruput sop iga sang owner menyengir, "Who cares? Ignore that paper. I dont give a fuck as long as your contribution always good...Now, you may leave and go to work, cause you are good enough!"
Nahhhh ini pandangan yang sangat moderat dan bisnis sejati.
Sepanjang pegawai itu terus mencetak laba bagi perusahaan, "sedikit kerusakan" yang diciptakannya akan membuat orang lain tutup mata.
Ingat Eric Cantona kan? Sebentar-bentar buat masalah...tapi karena dia hebat, semua orang tetap memaafkan. Ingat Maradona, lebih parah lagi kan?? Ehh jadi pelatih pulak!
Tapi aku yakin, jika kawan baruku yang Singaporean itu tidak pernah berkontribusi, dia segera dipecat bahkan tanpa ada masalah apapun yang diciptakannya. Gajinya aja udah besar, fasilitas yang diperolehnya lebih dari pegawai lain. Tidak kontribusi yah buat apa? Bagus mempekerjakan orang dari Sukabumi atau Garut kan? Hehehehe.... apalagi bermasalah???
Begitulah jika tidak perform.
Kembali kepada perusahaan kecilku.
Walau masih kecil, aku juga punya karyawan cing...
Kalau karyawanku pasti sudah paham dengan makna cerita ini. Semua harus perform.
Hei..halloooo semuaaa....ya kan???
Karyawanku bukan Klinsmann dan perusahaanku juga bukan FC. Bayern Muenchen, tapi somehow, tetap ada benang merah dalam hal mengukur performa karyawan.
No comments:
Post a Comment