Monday, August 17, 2009

Makna Merdeka

Dirgahayu NKRI ke 64!

SBY memberi pidato bagi kematian Mbah Surip, namun tidak kepada WS Rendra. Apakah si Mbah yang keliatan suka mengendong orang ini lebih besar dari Rendra? Bisa saja. Tergantung argumentasinya. Tapi kalau melihat kelayakan kedua seniman ini dimata SBY, rasanya kita bisa meyimpulkan, paling tidak dimata SBY si Mbah lebih besar.
Wong si Mbah dapat pidato, Rendra tidak. Padahal jasad si Mbah dikebumikan dilahan miliknya Rendra, entah bayar atau tidak.
Hehehehe….nasib orang tidak terduga!


Aku berandai-andai aku menjabat jadi Presiden. Ketika aku menjadi Presiden, eh Mbah Surip meninggal…
Ketika aku merasa harus berpidato menyatakan belasungkawa atas kematian Mbah Surip, tentu sudah aku hitung benar bahwa pidatoku akan dilihat oleh seluruh rakyat yang masih berduka (baca: terkejut) dengan kematian Mbah Surip.

Pastilah rakyat semakin bersimpati padaku. Hanya saja ketika lusanya WS Rendra menyusul mati, giliran aku yang berduka (baca: terkejut).

Wah…masa aku harus pidato lagi untuk Rendra? Bagaimana kalau setelah Rendra, Taufik Kiemas ehhh..Ismail meninggal…apa aku harus pidato lagi? Bagaimana kalau setelah itu mati lagi seniman atau budayawan lain? Akhhh konyol juga ya… masa aku pidato terus?? Sampai disini aku mulai merasa ada yang salah dengan pidatoku pada saat si Mbah mati. Sebaiknya aku menyibukkan dengan aktivitas kenegaraan akh.. No more death speech!

Hmmmm…begitulah mungkin kejadian kalau aku yang jadi Presiden. SBY tentu saja lebih mempunyai pertimbangan yang masuk akal kenapa Sang Burung Merak tidak dipidatoin. Semoga…

Lha kok jadi ngomongin Mbah Surip? 17 Agustus kok malah nomongin si Mbah. Bahkan Rendra masih terlalu kecil buatku hari ini. Begitupun SBY. Negara ini sedang Ultah loh…
Kita ngomong tentang makna kemerdekaan yang tentu jauh lebih besar dari siapapun yuk….


Yah..hari ini adalah hari ultah RI yang ke 64. Banyak kejadian tahun ini (sampai dengan hari ini tentu saja). Indonesia banyak mengalami kejadian yang heboh. Pileg dan Pilpres, bom (lagi) di Jakarta, perang melawan teroris, sampai kematian Mbah Surip dan WS Rendra mewarnai Negara tercinta.

Mungkin karena aku yang goblok karena otakku tidak banyak merekam kisah heroik dari tokoh-tokoh Indonesia yang ramai dibicarakan saat ini.

Biasanya kalau Ultah Kemerdekaan lazimnya diisi oleh kisah-kisah perjuangan yang heroik bin patriotik bukan? Capek juga mengingat-ingat kisah heroik dari tokoh-tokoh jadul bangsa.

Masa yang diinget tokoh jadul melulu. Tokoh yang sekarang dong….
Apa ya???

Mungkin ini.

Tahun ini bagi tokoh-tokoh hebat bangsa, merupakan tahun yang maha penting. Tahun ini adalah pertarungan bagi mereka untuk menduduki jabatan wakil rakyat dan Kepala Negara. Mungkin ini adalah kisah paling heroik yang mereka lakukan sepanjang sejarah mereka. Harus menang! Kalau tidak menang bagaimana kita bisa memperjuangkan nasib rakyat Indonesia? Begitu mungkin pikir mereka. Dan semakin heroik lah perjuangan itu.

Hmmmmm….hanya saja kalau kisah heroik mereka ini dimaknai lain oleh rakyat, itu masalah lain. Yang penting harus menang…apalagi duit sudah tergelontor buanyak nehhh….

Heroik bagi mereka, tidak bagiku (entah bagi yang lain?). Oia, ada banyak kisah tragis. Caleg yang kalah banyak menjadi gila, atau mengambil kembali barang-barang yang telah diberikan kepada konstituennya. Mudah-mudahan Capres dan Cawapres yang gagal tidak meniru-niru ya….


Apa lagi ya? Coba yang ini?

Carut marut KPU, MK, MA?? Akhh pusingggg….terlalu heroik!

Ternyata lebih capek lagi mengingat kisah heroik tokoh-tokoh kini bangsa!


Ada beberapa catatan lain. Mungkin ini….

Keluarga David Hertanto yang berjuang sendiri dalam pengadilan tidak seimbang di Singapore perihal kematian tragis mahasiswa brilian Indonesia bernama David Hertanto.

Kemenangan berkali-kali siswa Indonesia dalam kompetisi Ilmu Pengetahuan tingkat dunia dengan dukungan yang sangat minim dari Pemerintah.

Sebuah cerita yang baru terungkap bahwa ada seorang mahasiswa Indonesia miskin yang lagi belajar di Jepang, kemudian mati gara-gara menyelamatkan dua anak Jepang yang nyaris tenggelam oleh ombak besar. Orang-orang Jepang selamat, mahasiswa Indonesia tewas dengan sangat heroik.

Atau kisah heroik yang terbaik dari semua adalah bagaimana hampir sebagian besar ayah dan ibu di bumi pertiwi masih terus berjuang dalam memberi makan dan minum oroknya dan menyekolahkan anak-anak mereka untuk menatap hari depan yang lebih baik. Untuk hal ini bahkan timbul anekdot bahwa sesungguhnya rakyat Indonesia semuanya ekonom, karena dengan penghasilan yang tidak memadai seluruh keluarga tetap hidup!


Bagiku pribadi Ultah NKRI kali ini juga mempunyai catatan tersendiri. Tahun ini makna kemerdekaan lebih mendalam dari yang sudah-sudah.

Sekarang aku mengerti jelas bahwa dalam mengisi kemerdekaan tidak perlu muluk-muluk. Aku bukanlah seorang politisi yang dapat memperjuangkan hak-hak rakyat lewat perundang-undangan. Aku bukan seorang kaya yang dapat membantu rakyat miskin untuk makan gratis, sekolah gratis dan segala pelayanan publik yang gratis. Aku bukan orang yang kharismatik yang dapat mempengaruhi orang-orang untuk berbuat baik. Aku bukan orang pintar yang dapat member inspirasi orang lain untuk berbuat lebih baik lagi.

Aku manusia kecil yang bodoh. Mana aku berani terjun ke lautan bergelombang demi nyawa orang lain? Mana aku punya pengaruh untuk membantu keluarga David? Mana aku punya sumber daya untuk mengharumkan nama bangsa di luar negeri?

Aku hanya berjuang untuk menghidupi keluargaku dan keluarga anak buahku, persis seperti yang dilakukan oleh hampir seluruh rakyat Indonesia. Hanya saja tahun ini aku lebih bertanggung jawab dan akan selalu fokus dengan pekerjaan itu. Untuk tahun-tahun mendatang akupun berjanji untuk selalu lebih baik dan lebih baik lagi. Hanya itu kok, tidak lebih dan tidak kurang.

Disamping itu, terus terang saja, seluruh sepak terjang tokoh-tokoh kini Indonesia sungguh memberi pembedaan yang tegas dengan tokoh-tokoh jadul, sehingga aku dapat belajar menghargai sikap-sikap kenegarawan dari Soekarno, Hatta, Syahrir, dan lain-lain.

Ada yang jelas harus ditiru ada pula yang “Don’t try this at home” (baca dengan menggunakan logat Jacky Chen).


Jadi kembali ke Mbah Surip dan WS Rendra, siapa yang terbesar?
Jawabnya adalah Pak Mamat, tukang mie goreng dekat rumahku. Lebih gemuk!

No comments:

Post a Comment