"Merokok mengganggu kesehatan??, itu pastilah bohong!"
Seorang teman bisnis yang berusia 60 tahun, baru saja selesai periksa jantung dan paru-paru. Beliau perokok yang lumayan "handal" sejak 35 tahun lalu. Hasil pemeriksaan dokter cukup mengagetkannya. Jantung dan paru-parunya oke-oke saja. Paru-paru sehat, jantung sedikit ditemukan masalah yakni sedikit penyumbatan dalam pembuluhnya. Tapi hal ini lebih disebabkan pola makan ketimbang asap rokok, demikian kata dokter yang memeriksa.
"Merokok mengganggu kesehatan??, itu pastilah bohong!", demikian kata teman senior ini sambil mengulum senyum kemenangan sembari menyedot asap rokok dan menyebul dengan memonyongkan mulutnya kearah langit-langit untuk menghindari asap rokok menerpa wajahku yang persis duduk dihadapannya.
Hmmmm..... mantap.
Memang aneh juga dunia ini. Rokok diyakini membawa seabreg bibit penyakit jika dikonsumsi (baca: disedot ya.....bukan dimakan maksudnya). Tapi banyak fakta juga menunjukkan bahwa usia hidup para perokok kadang dapat mengungguli usia orang yang tidak perokok. Sebut saja misalkan Deng Xiaoping, Fuad Hasan, Ali Said, dan banyak lagi yang lain termasuk teman senior yang kuceritakan sebelumnya. Usia beliau-beliau yang perokok super berat ini kok ya bisa panjang-panjang?? Repot juga menjelaskan hal ini bukan.
Bagaimana sikapku mengenai rokok? Baca terus yee....
Aku mengawali karier sebagai perokok sejak tahun 1988. Berawal dari social smoker menjadi perokok berat dalam kurun waktu lima tahun sejak memulainya. Tidak ada yang sangat hebat untuk diceritakan mengenai ini. Semuanya biasa saja. Selama menjadi perokok ini, tidak ada keluhan yang sangat berarti mengenai kesehatan yang kurasakan. Biasa saja. Tidak juga merasa hebat dengan merokok..ya biasa saja. Tapi walaupun semuanya biasa-biasa saja, tidak dapat dipungkiri, aku berusaha berkali-kali untuk berhenti merokok. Semuanya menjadi membingungkan.
Coba pikirkan.
Tidak ada pengaruh yang cukup berarti, kok merokok?
Ok, sekarang kok mau berhenti merokok, kan biasa saja?
Mari aku kupas sedikit mengenai asal muasal perkenalan dengan rokok. Ternyata setelah kupikir-pikir, aku mulai merokok karena pergaulan dan melihat teman-teman yang sedang merokok terlihat "sedepppp". Persis seperti melihat orang yang sangat lahap makan jengkol dan kita mulai ikut mencicipi dan mencoba memahami kenapa ada orang menyukai jengkol. Jika hanya sekali mencoba tentu saja wajah kita meringis karena rasa aneh yang menyergap bibir, mulut, hidung dan rongga-rongganya. Namun jika kita terus bergaul dengan banyak teman penikmat jengkol dan rokok, maka tak lama kemudian rasa rokok dan jengkol mulai bersaudara dan menyatu dengan darah kita. Ini yang kurasakan.
Tapi ini perlu aku klarifikasi ya.. Aku hanya perokok dan bukan penjengkol ya! Tidak ada maksud untuk menghina penjengkol, tapi aku bersyukur lingkungan pergaulanku hanya diisi oleh perokok saja bukan penjengkol atau kombinasi keduanya. Bayangkan kalau ada orang yang perokok juga penjengkol...hmmmm itu desah nafas pasti beraroma WC umum yang bersebelahan dengan TPA bantar gebang.
Kita telisik lebih jauh.
Seorang perokok-sesuai pengalamanku-akan selalu berusaha untuk mengurangi konsumsinya atau berhenti merokok. Bahkan untuk seorang perokok yang belum menemui masalah kesehatan yang luar biasa seperti aku, juga telah mencoba berkali-kali agar dapat berhenti merokok.
Alasan utama kenapa berhenti merokok sebetulnya karena terpengaruh kampanye anti rokok yang mengatakan bahwa merokok itu tidak sehat, dan aku ingin sehat (walau dalam keadaan sebagai perokok aku masih merasa sehat). Ini pastilah hanya sugesti.
Kemudian alasan lain adalah permintaan dari keluarga, dan orang-orang lain yang dekat dengan aku untuk menghentikan kegiatan yang tidak bermanfaat (meminjam istilah mereka nih). Bahkan tidak jarang mereka-mereka ini mengaku terus-menerus mendoakan agar aku berhenti merokok. Entahlah benar atau tidak itu doa...hihihi....
Alasan berikut adalah aku tidak ingin anak-anakku meniru aku dan mewarisi keahlian merokok ini. Walau aku membandel dengan argumentasi apapun tentang pembenaran menjadi perokok, tapi tetap saja dilubuk hati yang paling dalam, aku tetap menginginkan mereka bebas dari asap rokok.
Alasan terakhir adalah karena aku melihat dijaman sekarang ini perokok sudah diperlakukan sebagai pemain sirkus yang lucu. Ga percaya?? Dulu era tahun 70-90an merokok di tempat umum, mall dan lain-lain terlihat gagah dan "sedep" dehhh... Liat sekarang, perokok yang ingin menuntaskan hasratnya harus masuk di dalam akuariumkecil terbuat dari kaca yang biasanya terletak di pojok-pojok ruangan, dengan exhaust seadanya dan ditemani pemain sirkus (baca: perokok) lainnya. Pemain sirkus ini seperti tengah atraksi didalam awan asap rokok dengan gaya yang digagah-gagahkan, agar ditonton orang diluar sana. Nasibbbb...nasibbbb.....
Nah...setelah sedemikan banyak alasan, tetap saja aku jatuh bangun.
Walau mula terjangkitnya bisa dipersamakan dengan penjengkol, tapi teryata berhenti merokok tidak semudah berhenti menjengkol. Menjengkol tidak sama sekali dengan merokok. Rokok diyakini ilmuwan mempunyai bahan adiktif yang membuat orang kecanduan, jengkol kurasa tidak demikian. Walau aku tidak merasa ada bahan adiktif, namun pengganjal utama berhenti merokok menurutku terletak pada gerakan ritual merokok dan acara yang diritualkan untuk melanggengkan gerakan ritual itu.
Ribet ya? Hehehehe... gini....
Merokok itu ternyata bagiku mengandung gerakan-gerakan ritual yang membuat candu. Ini gerakan ritualku kalau memulai aksi merokok, simak ya..: mengambil rokok dari bungkusnya, meletakkan sebatang rokok disela-sela bibir untuk kemudian menggigit filternya dengan lembut dengan menggunakan gigi incicivus lateral (gigi seri), menyalakan rokok dengan duduk menyilangkan kaki, menyedot rokok yang telah menyala, menghisap asapnya secara perlahan namun lama, menyebulkan perlahan melewati rongga mulut, saat asap mulai terasa habis asap disedot rada dalam kemudian dikeluarkan lewat rongga hidung dan asap terakhir sering kusebul lewat rongga mulut secara perlahan dan dengan segera asap yang keluar disedot kembali lewat rongga hidung kemudian dikeluarkan lewat rongga mulut untuk kemudian disedot lagi lewat rongga hidung demikian berulang-ulang sampai disebul habis keluar semuanya dari rongga mulut.
Kemudian membiarkan rokok terbakar sendiri disela-sela jari telunjuk dan tengah sambil sekali-kali memainkan batang rokok dengan bantuan jempol yang dilakukan sambil berbincang-bincang, menyeruput kopi atau sekedar melongo. Semuanya itu aku masukan dalam kategori gerakan ritual yang mencandukan.
Ada pula acara yang kuritualkan untuk memainkan gerakan ritual seperti yang kujelaskan diatas. Acara itu kucontohkan beberapa yakni : sehabis makan, pada saat boker, berpikir serius tentang hal-hal pelik, dan lain-lain. Pada saat acara yang sudah diritualkan ini wajib hukumnya melakukan aktivitas gerakan ritual merokok tadi.
Kesemuanya ini membuat aku sulit melepaskan diri dari rokok. Bedakan dengan penjengkol??
mana ada gerakan ritual penjengkol atau acara yang diritualkan untuk menjengkol? Pasti tidak pernah ada yang merasa gaya dengan cara mengunyah jengkol atau harus ngembat jengkol saat ngobrol-ngobrol dengan teman kan??
Well man...tapi itu berakhir pada tanggal 20 Juli 2009. Tanggal tersebut merupakan tanggal aku menyatakan berhenti merokok. Tidak ada hal khusus yang kulakukan untuk berhenti. Hanya aku merasa harus berhenti. Mungkin saja andil dari orang-orang yang perhatian dengan mendoakanku tanpa henti untuk berhenti merokok..dont know...
Tapi kurasa ini yang terjadi.
Aku berhenti merokok sesederhana saat aku memulainya.
Hanya karena keinginan yang kuat untuk berubah. Merokok aku masukkan kedalam unsur-unsur penghambat perubahan karakter. Mengalahkan kebiasaan merokok kini kumasukkan kedalam pembuktian perubahan diriku. Aku pernah mengucapkan bahwa berhenti merokok adalah yang hal tersulit untuk disingkirkan dari semua kebiasaan burukku. Jika aku berhasil berhenti merokok kuanggap pencapaian pribadiku semakin sukses. Berhenti merokok akan menjadi keberhasilan monumental.
Dan aku berhenti. Hanya begitu saja. Aku tidak perlu terpengaruh dengan referensi yang pernah kudapat bahwa seorang perokok berhak menyatakan dirinya bukan perokok setelah 5 tahun berhenti sama sekali merokok. Aku akan katakan bahwa aku sudah berhenti merokok, saat ini dan sekarang juga!
Pada saat dua minggu berhenti merokok aku berkata pada seorang sobat bahwa aku berhenti merokok.
"Coy, gw udah brenti ngerokok nehh..., baru 2 minggu sehhh"
"Hebat lu brur..."
"Ga lah biasa aja..."
"Yakin lu, udh brenti?"
"Well belum tahu...tapi lu tau kan gw punya blog?"
"Tau...apa hubungannya blog lu dengan brenti ngerokok???"
"Blog gw adalah monumen. Yang tercatat disitu akan menjadi saksi. Jika lu membaca sebuah tulisan tentang gw yang brenti ngerokok....saat itu lu tau bahwa gw benar-benar brenti!!"
"Yoi coy...lu nulisnya kapan? umur 70 tahun ya? wakakakakakakak......."
"Bisa juga sih...hihihihi..."
Now, It was written!
NB :
Terimakasih kepada keluarga dan rekan-rekan yang mendoakan agar ini terjadi.
No comments:
Post a Comment