Saturday, October 17, 2009

Cinta dan Air Mata

Sebuah ilustrasi. Tulisan ini kuberikan kepada semua tim ku yang tengah berjuang memberikan usaha terbaiknya.

Alkisah, disebutkan bahwa ada seorang guru tersohor yang terpaksa harus berkonsultasi kepada ibu kandungnya. Konsultasi ini perihal kemampuan satu-satunya murid yang dinilainya tidak kunjung hebat seperti yang diharapkan, walau ilmu telah diturunkan seluruhnya.
Sang guru merasa perlu untuk bertanya kepada seseorang yang melahirkannya, yang telah memberikan nafas kebijaksanaan pada dirinya.

Sang guru bertanya kepada ibunya dengan wajah yang sangat memelas, “Kenapa ya bu… apa kira-kira yang keliru?, Apa salahku, sehingga anak ini tidak kunjung hebat?”

Si ibu yang sudah sangat renta melihat lembut kepada anaknya yang telah menjadi sohor itu, dan kepada murid anaknya secara bergantian.

“Ibu merasakan tidak ada emosi yang keluar dari kemampuan muridmu ini. Semuanya hanya rutinitas. Semua seperti robot yang memainkan perintah yang telah diprogram. Tidak ada cinta..rasanya hambar, mati!”, demikian ibu sang guru menjelaskan dengan penuh kasih sayang.

“Itu karena aku tidak mempunyai cinta. Aku ditinggal orangtuaku sejak bayi dan aku telah ditinggal pula oleh kekasihku”, demikian pembelaan si murid atas penjelasan ibunda sang guru.

“Apa kau ada pilihan lain?”, tanya ibu sang guru.

“Tidak ada…aku harus jadi hebat”, jawab murid lirih sambil menunduk.

“Kalau begitu menangislah, tumpahkan semua air matamu untuk keberhasilan. Banjiri semua gerakanmu dengan air mata, seolah-olah kau akan ditinggalkan oleh sesuatu yang kau miliki satu-satunya!”

Demikianlah, ajaran terakhir tersebut menjadi penutup yang menjadikan si murid menjadi ahli dan bahkan melebihi gurunya.

Cerita diatas membuat aku sering berkaca atas apa yang telah kukerjakan. Begitu juga dengan pekerjaan yang telah dilakukan oleh tim ku. Biarlah kita semua menghayati nilai-nilai yang terkandung dalam ilustrasi tersebut.

Pekerjaan seringkali hambar jika dimaknai sebagai rutinitas. Pekerjaan akan menjadi tidak bermakna jika dilakukan hanya mengikuti aturan jam yang telah ditetapkan. Pekerjaan tidak akan mempunyai nilai tambah jika hanya mengikuti serangkaian SOP yang kaku. Pekerjaan hanya menjadi sia-sia jika dilakukan atas dasar kemunafikan, yakni ketakutan atas sanksi dari pimpinan. Pekerjaan tidak akan pernah menghasilkan apa-apa jika penuh kebohongan dan kepura-puraan. Pekerjaan akan mati jika tidak ada emosi didalamnya. Mati!

Pasti kita sudah bosan mendengar, “Cintailah pekerjaanmu, maka kau akan memperoleh hasil yang baik!” Ya kan… bosan kan?

Tapi kali ini jangan terlalu cepat mengatakan bosan. Sebentar, renungkan dulu dong…

Kalau kau sudah bosan dengan ucapan itu, lantas kenapa hasil pekerjaanmu tidak maksimal? Apa pembelaanmu?
Hahaha….pasti mau tunjuk sana, tunjuk sini ya…? Pasti mau menyalahkan orang lain, atau situasi.. hmmm kebiasaan buruk… Nakal ..!!

Haaa….masih ngambek juga?? Kenapa sihhh….
Mau bilang, ”kau kan tidak ada di posisi yang sulit seperti diriku??“.

Basi… Sudahlah, mari kita merenung sebentar saja. Anggap saja sebuah permainan kecil.

Bayangkan sesuatu hal yang paling kau sayangi.

Sudah? Ok, apa yang kau bayangkan….?

Boneka beruang atau kue bakpia? Tolong lebih seriuslah sedikit.

Baiklah, aku yang memilihkan untukmu.. Aku pilih orang tua adalah yang paling kau sayangi di muka bumi ini. Cocok kan…

Tanpa perlu berpanjang lebar bagaimana caranya merawat orang tua sebagai sesuatu yang paling kau sayangi, mari kita langsung saja kepada inti pokok permainan ini. Anggaplah pekerjaanmu seperti orangtuamu.

Hahahaha….pasti kau tertawa terbahak-bahak kan… Kau pasti menganggap aku mengada-ada. Bagaimana mungkin orang tua dianggap seperti pekerjaan atau sebaliknya?

Hmmmm nih aku beritahu…aku tidak main-main. Mukaku serius . Orangtua tempatmu berbakti bukan?

Kalau kau merasa aku mengada-ada, kenapa kau bilang sudah bosan mendengar ungkapan, “Cintailah pekerjaanmu, bla..bla…bla…”. Apa maksudmu?

Cintailah pekerjaanmu, berbakti dan mengabdilah sungguh-sungguh biar hidup terasa lebih berarti. Berbakti pada orang tua membuat hidupmu puas bukan? Begitu juga kalau kau berbakti terhadap pekerjaanmu.

Dengan perenungan singkat tadi kita bisa merasakan apakah pekerjaan kita cukup berharga untuk dicintai seperti mencintai orang tua kita. Kalau tidak berharga, kenapa mesti berbakti dan mengabdi dengan pekerjaan itu. Cari pekerjaan yang dapat dicintai layaknya mencintai orang tua kita.

Awas, jangan dibolak-balik. Jangan cari orang tua baru yang bisa dicintai seperti pekerjaan yang telah lebih dulu kau cintai ya.. Jangan aneh-aneh!

Dan jika kau masih dapat berkelit dengan alasan kau tidak mampu mencintai apapun, jangan takut. Masih ada tersimpan siasat lain sebagai solusi jitu.

Inilah perenungan kedua. Sebentar saja, anggap saja permainan kecil.

Pernahkah kita mempunyai sesuatu yang tinggal satu-satunya? Mungkin tidak terlalu kita cintai, tapi tinggal satu-satunya.

Coba bayangkan.

Sudah? Ok, apa yang kau bayangkan….?

Boneka beruang atau kue bakpia? Tolong lebih seriuslah sedikit. Sedikit saja!

Baiklah, aku yang memilihkan untukmu.. Aku pilih orang tua adalah yang satu-satunya yang ada padamu.

Mari berasumsi. Let’s say, ayahmu yang paling kau cintai, sudah lebih dulu tiada. Ibumu bukanlah sosok yang paling kau cintai karena sesuatu sengketa, tapi ia tengah berada didekatmu. Sesuatu yang buruk bakal terjadi. Ada informasi sahih mengenai Ibumu. Dalam waktu yang tidak terlalu lama akan meninggal dunia dan kau baru menyadari bahwa tinggal ibumulah satu-satunya kau miliki.

Bayangkan itulah kejadiannya. Kira-kira apa yang terjadi?

Seperti perenungan pertama tadi. Tidak perlu menggambarkan panjang lebar apa yang akan kau lakukan demi ibumu.

So..
Perlakukan pekerjaanmu seperti menghadapi ibumu yang tengah sekarat.

Bekerjalah dengan emosi penuh seolah-olah pekerjaan yang satu-satunya yang kau miliki ini akan segera berakhir. Tidak lama lagi. Berbaktilah pada pekerjaanmu dengan sebaik-baiknya sampai tangismu keluar dengan hebatnya.

Kuingatkan, jangan dibolak-balik. Jangan menangis hebat agar terlihat berbakti… Jangan aneh-aneh lagi!

Begitulah…

Tapi kita bisa lebih dasyat lagi. Setelah kupikir-pikir, hasil yang dasyat akan kita peroleh jika kita kombinasi emosi cinta dan air mata. Bukankah kita murid yang masih bisa mencintai. Bukankah kita murid yang tidak suka berkelit.

Anggaplah pekerjaan adalah sesuatu yang paling kau cintai sekaligus satu-satunya milikmu yang akan meninggalkan dirimu dengan segera. Cintailah dan banjiri dengan air mata bakti….

Alahmak….hebatnya hasilnya!!

Catatan :
Ilustrasi diatas dimodifikasi dari sebuah plot cerita dalam film yang berjudul The Ramen Girl.

No comments:

Post a Comment