Saturday, October 3, 2009

Penggalan Kisah Heroik - Misteri Tas Busuk 1

Berikut sedikit penggalan percakapanku dengan Linda saat pertama kali menceritakan sebuah kisah-perjalanan hidup beliaku.

“Kira-kira…..seumuran om Budi si pengantar koran lah Opa mulai bekerja”
“Opa tukang anter koran juga?, Eh Opa, umurnya om Budi itu berapa sih sekarang?”
“Ngakunya sih om Budi umurnya 22 tahun. Mirip sih…tukang anter-anter juga, ehmm…tapi bukan koran…”
“Wah..kasian Opa, pasti Opa sering pinjem duit kayak Om Budi dongggg….hihihihi.”
“Huuuu…enak aja…Opa tukang anter-anter yang digaji besarrrrrr….”
“Wah,sebesar apa Opa??
“Setiap nganter, Opa dikasi duit yang bisa kira-kira kalo jaman sekarang bisa beli kijang Innova kaya mamimu punya dehh…”
“Wahhhhhhhhhhh….Opa kerennn. Linda pengen akh jadi tukang anter-anter gitu!”


MISTERI TAS BUSUK

Hari sudah larut malam.
Aku terduduk dilantai. Punggungku kusandarkan pada pintu kamar, sedangkan kedua kakiku aku angkat dan topangkan pada sisi tempat tidurku yang terbuat dari kayu jati tua. Topangan kakiku masih terlihat bergetar. Ya, tubuhku masih menggigil ketakutan karena peristiwa sore tadi. Benar-benar menegangkan. Kalau mau jujur, sebetulnya hari yang menakutkan. Aku masih terduduk dilantai. Dinginnya lantai tidak membuatku merasa harus cepat-cepat beranjak. Dan semua ingatan mengenai kejadian hari ini bermunculan lagi..akhh aku kembali gemetar…

Pagi tadi dibuka dengan suasana hati yang tidak baik. Bahkan sebetulnya aku kesal dari kemarin. Bagaimana tidak. Kemarin aku berulang tahun yang ke-22, namun orang yang paling kuhargai dan kusayang di muka bumi ini tidak datang melihatku. Selama ini M-demikian papaku ingin dipanggil-pasti memberikan hadiah jika aku sedang berulang tahun.
Hadiah yang kudapat memang lain. Tidak biasa didapatkan oleh seorang anak dari orang tuanya. Sangat tidak normal, karena yang dihadiahkan kepadaku sejak aku kecil adalah cerita misteri. Semakin bertambah usiaku, semakin rumit cerita misteri itu. Yang lebih tidak wajar lagi cerita itu tidak pernah tamat. M bilang, bahwa tugasku adalah menamatkan cerita itu dengan sebanyak-banyaknya variasi penutup cerita.

Contoh, seperti hadiah ulangtahunku tahun lalu. Sebuah cerita misteri pembunuhan berlatar belakang politik. Sangat rumit, dan berhalaman-halaman panjangnya cerita itu. Aku disuruh menamatkan cerita dengan bermacam-macam pilihan penutup cerita. M biasanya yang memilih penutup cerita terbaik dari banyaknya variasi yang kukarang. Dan kami biasanya akan mendiskusikan cerita yang sudah tamat itu sampai jauh malam. Aneh bagi orang lain, namun bagiku selalu menghangkatkan hati. Aku selalu menunggu hadiah ini tiap tahun!

Satu-satunya hadiah ulang tahun yang sangat pendek kami bahas adalah hadiah cerita pada usiaku yang ke-18. Cerita itu mengenai cerita perselingkuhan. M, mengarang cerita misteri berbau seks dengan sedikit vulgar. Agaknya dia merasa aku sudah waktunya untuk membaca dan membayangkan hal-hal yang dilakukan orang dewasa tatkala sedang bermesraan. Saat itu, aku sangat yakin bahwa M akan memilih penutup cerita terbaik sama dengan karangan yang kujagokan.

Begini resume versi terbaik menurutku. Seorang wanita yang ingin menjebak suaminya tertangkap basah, malah terjebak oleh wanita selingkuhan suaminya. Sang istri yang ingin menjebak untuk menangkap basah suaminya malah terjerumus kedalam perselingkuhan panas yang dirancang dengan sempurna oleh wanita selingkuhan suaminya. Dan akhirnya suaminya menangkap basah sang istri dalam suatu peristiwa percintaan yang lebih vulgar dari yang M karang. Kubuat alurnya rada rumit dan berliku-liku.

Sesunguhnya pada saat itu aku ingin M menyadari bahwa hal demikian bukanlah hal tabu lagi bagiku, dan aku mampu mengarang dengan lebih vulgar darinya. Namun yang terjadi kemudian sangat diluar dugaan. Wajah M memerah-entah karena malu atau karena marah- saat membacanya dan memilih penutup cerita yang sangat datar.

Dia berlalu dengan berkata pendek dan suara dalam, “ending ini paling baik. Yang lain terlalu vulgar, tidak senonoh!”.
Aku yang berharap akan terjadi pembahasan seru, terpaksa harus melongo untuk kemudian tersenyum melihat tingkah M.

Demikianlah.

Kemarin seharian aku menunggu M. Hadiah itu tidak kunjung tiba. Bahkan M tidak kunjung hadir. Ini kali pertama M tidak datang mengunjungi hari ulang tahunku. Hatiku menjadi panas dan sedih. Merasa ditinggalkan dan terlupakan. Kesal.

Tadi pagi aku sengaja bangun telat. Aku bangun jam 9. Biarin.
Padahal kalau saja M tahu aku bangun setelat itu, pastilah aku disuruhnya push-up sampai seharian penuh! Tapi tak mengapa. M tidak datang, sudah hampir sebulan penuh sudah. Kalaupun datang, biar saja. Aku kan memang sedang berunjuk rasa.

Tadi pagi kurang-lebih pukul 6.30, Si Mak - seorang pengasuhku sejak orok, yang kupanggil Mak dan memang kuanggap ibu – telah menggedor kamarku. Lamat-lamat kudengar suara Si Mak memanggilku untuk segera bangun dan berolahraga dan berlatih bela diri seperti kebiasaan yang M ajarkan. Tapi aku hanya melenguh dengan kencang dan berujar, “Mak…aku kurang enak badannnnn…, sebentar lageeeeee….”. Dan si Mak membiarkanku bangun dengan sendirinya.

Telat. Bangun jam 9.

Ya, sejak aku orok aku diasuh oleh seorang inang pengasuh. Pada saat mengasuhku saja sudah memasuki setengah baya. Jadi usia si Mak pastilah hampir memasuki usia 60 tahun. Si Mak tidak pernah tahu tanggal lahirnya sehingga tidak pernah merayakan hari ulang tahun. Orangnya sangat pendiam, hanya berbicara seperlunya. Namun dari pandangan matanya terpancar kasih kelembutan seorang ibu sejati jika sedang melihatku dan mengurus segala keperluanku. Aku mencintai si Mak sebesar aku mencintai M.

Si Mak, walaupun sederhana berpenampilan namun seorang wanita yang cerdas dan berpengetahuan luas. Nampaknya Si Mak pernah mengecap dunia sekolah. Si Mak menguasai 2 bahasa asing secara fasih yaitu Inggris dan Belanda. Peribahasa yang mengatakan jangan nilai sesuatu dari bungkusnya nyata pada diri si Mak. Di waktu kosongnya selalu aku melihatnya tenggelam dalam keasyikan membaca. Kalau sudah begini, dunia milik si Mak semata.

M sendiri bukanlah orang tua kandungku. Usia M mungkin mirip-mirip dengan si Mak. Tapi fisik dan wajahnya terlihat bugar dan jauh terlihat lebih muda dari usianya.
M hanya ayah angkat. M tidak tahu pasti siapa orang tua kandungku. M tidak pernah mengijinkanku berlama-lama membahas topik orang tua kandungku. Kalau aku mulai bertanya tentang itu, yang kudapat adalah hardikan keras dan hukuman berlari mengelilingi lapangan yang ada didepan rumah. 50 kali putaran tanpa jeda. Jadi, aku telah berhenti bertanya bertahun-tahun lalu. M hanya berujar pendek sambil memperhatikan aku yang sedang dihukumnya berlari keliling lapangan, “Yang penting M mengurus kamu. Si Mak menyayangi kamu. Itu cukup!”

Aku lelah bertanya, dan lelah juga berlari. Ya, dan aku cukupkan….

M tidak tinggal bersama-sama kami. M hanya mengunjungi aku paling banyak 10 kali dalam sebulan. Kadang bahkan bisa sebulan tidak kunjung tampak batang hidungnya. Setiap kunjungan hanya bisa menghabiskan waktu denganku seharian, tanpa menginap.

Kegiatan hari-hariku ketika tiada M adalah belajar dan berlatih bersama si Mak. Aku tidak pernah bersekolah dan tidak pernah punya teman. Aku tidak mempuyai ijazah, bahkan ijazah SD sekalipun. M membelikan aku banyak buku sejak kecil, baik buku pelajaran ataupun buku-buku hiburan seperti komik-komik. Sejak aku berumur sepuluh tahun, buku yang dibelikan semuanya berbahasa Inggris. Yang membimbing dan mengarahkan pelajaran adalah si Mak. Si Mak adalah guru akademisku.

Ketika M bersama-sama denganku, kegiatanku bagaikan serangkaian ujian. M menguasai seni bela diri yang komplit yakni gulat, tinju dan taekwondo. Pagi hari, biasanya subuh-subuh, sekitaran jam 5an, M sudah tiba di rumah. Dengan menggunakan kaos hijau polos dan celana training hitam bergaris biru muda disisinya, dia memberikan pelatihan gerakan-gerakan baru bela diri sekaligus menguji latihan gerakan-gerakan dari kunjungan sebelumnya. Jika dirasanya aku gagal dalam ujian itu, dia menjadi cemberut sedih dan menjadi manusia yang kurang asyik seharian. Bicaranya menjadi singkat-singkat dan tegas. Kalau sudah begini, hukuman lari keliling lapangan, push-up akan mewarnai hariku. Aku tidak suka melihat M begitu, sehingga aku berlatih dengan sangat bersungguh-sungguh. Dalam hitunganku, wajah M yang “menyebalkan” itu sepanjang kebersamaan kami hanya terjadi kurang dari 5 kali.

Setelah berlatih dan menguji keahlian bela diri kurang lebih 3 jam, kami akan menuju ruang keluarga. Si Mak telah menyiapkan sarapan. Biasanya Si Mak setia menanti kami untuk bersama-sama menyantap sarapan dengan menunggu sambil membaca buku. Seperti kubilang kan…Tiada hari tanpa membaca.

Setelah sarapan yang sarat dengan diskusi segala hal, kami mandi pagi.

Setelah itu, dimulailah serangkaian ujian akademis dengan teknik diskusi dan tanya jawab terhadap mata pelajaran. Kali ini kalau aku dirasa gagal, maka Si Mak akan menjadi sasaran muka sadis nya M. M merasa Si Mak gagal mendidikku. Aku kasihan dengan si Mak. Aku juga selalu berusaha dengan sangat keras agar Si Mak tidak disorongkan muka sadisnya M.

Kemudian sisa hari itu akan selalu kami isi dengan mendiskusikan apa saja, berdebat apa saja, dan menertawakan apa saja. Yah…Kami bertiga.

Dan pada saat aku sangat mengantuk-biasanya hari telah sangat larut malam- saat itu pula lah M bersiap meninggalkan aku tanpa berkata-kata. Hanya dengan elusan ringan pada rambut diatas jidat, dia berlalu.

Begitulah.

Hari ini aku membiarkan tubuhku bermalas-malasan. Ketika kantung kemihku terlalu penuh untuk tetap kutahan, aku terpaksa berjalan keluar menuju kamar mandi. Lunglai tidak bersemangat aku terus menuju kamar mandi yang persis disebelah kamar tidur Si Mak yang harus kulalui lebih dulu jika ingin ke kamar mandi. Kamar mandi ini berukuran kurang lebih 3x2 meter persegi. Sederhana sekali namun selalu bersih dan harum. Aku suka berlama-lama disini kalau sedang buang air. Kamar mandi ini mempunyai lubang angin berbentuk persegi panjang.

Lobang angin menghadap ke tanah kosong yang merupakan halaman samping rumah. Lubang angin ini diberi penutup kawat kasa. Diujung kiri bawah kawat kassa penutup lubang angin, sudah lama rusak meninggalkan lubang menganga seukuran tiga kepalan orang dewasa yang disatukan. Tidak ada seorangpun yang ingin bersusah payah untuk memperbaiki kawat kassa itu. Bertahun-tahun sudah.

Badanku masih lemas malas dan mataku masih sepet ketika aku berusaha memantas-mantaskan posisi untuk buang air kecil.
Ketika aku sedang mengarahkan pancuran air kencingku biar pas arahnya menuju lubang pembuangan, sembari menguap sehingga membuat arah air kecingku tidak fokus lagi, aku mendongak. Pada saat aku mendongak, terlihat tanpa sengaja lobang angin yang rusak itu.
Biasanya lobang angin itu memang sering kuperhatikan tanpa sadar dan tanpa maksud apapun, hanya melihatnya dengan tatapan kosong. Tapi kali ini aku sedikit kaget. Kawat kassa itu semakin lebar menganga! Dan ada tas asing tergantung dibawah lobang kassa.
Segera aku selesaikan prosesi kencing berikut dengan pembersihannya. Aku menatap sebuah benda berbentuk tas butut berwarna coklat tergantung persis dibawah kawat kassa yang bolong. Tas itu menggantung pada sebuah paku besar yang tertancap didinding. Paku itu dulu ditancapkan oleh M secara darurat ketika gantungan baju dikamar mandi rusak.
Tas tangan pria berbahan kulit sintetis murah itu sudah sangat keliatan busuk. Disana-sini kulitnya terkelupas meninggalkan bekas luka yang menjijikan. Hitam dekil.

Tas siapa itu?

Ini tas tangan laki-laki. Jelas bukan Si Mak punya.

Otakku berpikir sejenak. Memperhatikan lubang yang menganga makin besar itu. Pastilah dimasukkan seseorang lewat lubang kassa itu sehingga membuat kassanya semakin menganga. Hali ini semakin diperkuat dengan adanya bekas debu yang tertinggal di lantai kamar mandi. Ditambah lagi dengan adanya goresan debu dari kassa yang menempel didinding kamar mandi, pastilah itu disebabkan bekas dorongan secara paksa sehingga membuat debu-debu pada kassa tertempel pada tas dan menempel pada dinding.

Seseorang pasti telah melompati pagar depan yang terbuat dari pagar tanaman, berjalan sebentar menuju samping dan segera menemukan adanya lobang menganga ini, memasukkan tas dan lantas pergi.

Siapa orang itu? Tas siapa ini? Apa pula isinya? Apa maksudnya?

Tidak lama kemudian aku tersenyum. Aku menduga pastilah M yang melakukan semua ini. Ternyata M tidak melupakan hari ulang tahunku. Ternyata hadiahnya lebih seru dari tahun sebelumnya. Pastilah isi tas ini sebundel cerita misteri.

Tapi kenapa M tidak mampir dan memberikannya langsung? Kapan diletakkannya disini? Sebelum tidur tadi malam aku sempat masuk kekamar mandi, tapi aku yakin tas busuk ini belum ada disitu!

Si Mak juga baru saja memberi klarifikasi bahwa tadi pagi kira-kira jam 5, pada saat Si Mak menggunakan kamar mandi, tas busuk tersebut juga belum ada.
Membingungkan. Aku mengintip isinya. Dengan setengah geli, aku hanya memegang ujung anak risleting dan menguakkannya sedikit demi sedikit. Sebentar-bentar aku melap tanganku, karena rasanya memang sedikit berminyak.
Hanya sedikit terkuak aku bisa langsung mengira bahwa isinya bukanlah bundel cerita misteri. Ada secarik kertas kumal dan masih ada tas kain hitam yang membungkus sesuatu benda didalamnya. Seperti benda metal.

Akhhh….apa maksud semua ini ya? Bikin capek aja.

No comments:

Post a Comment