Friday, October 2, 2009

Penggalan Kisah Heroik - Pendahuluan - Sebuah Jeda

Gundah juga melihat sebuah segmen "khayalan iseng" dalam blogku sepi tulisan. Padahal sejak awal membuat blog, aku sudah membayangkan bahwa setiap segmen akan saling kejar mengejar. Tapi lihatlah, sepi tulisan.

Aku berniat untuk mengejar ketertinggalan segmen ini. Oleh karena itu maka di hari-hari berikutnya akan ada sebuah karangan bersambung. Mudah-mudahan bermanfaat.

PENDAHULUAN - SEBUAH JEDA

Sebulan belakangan ini aku sangat bahagia. Seorang cucu perempuanku - Linda - menghadiahkan aku sebuah laptop di hari ulang tahunku yang ke 70. Cucuku memberikanku laptop dengan syarat aku mau mengetikkan cerita masa mudaku kedalam komputer.

Aku mempunyai kebiasaan menulis kisah masa mudaku kedalam buku kecil. Biasanya aku langsung mencorat-coret jika aku mengalami kejadian yang pantas untuk diabadikan. Kadang berupa cerita naratif, kadang berupa rangkuman peristiwa, kadang sketsa-sketsa. Tidak ada yang baku bagaimana caraku mendokumentasikannya, semauku saja.Yang jelas selalu menggunakan ballpoint bertinta biru. Buku kecil itu sedemikian banyaknya dan masih tersimpan rapi.

Aku masih sangat mengenang saat Linda pertama kali memaksaku untuk menceritakan isi buku-buku kecil itu. Saat itu dia masih duduk dibangku SD. Kelas 5.

Hari masih pagi. Suasana pagi yang sejuk dan cerah membuat suasana rumah ceria. Kicauan burung masih ramai terdengar membuat kecerian semakin bertambah. Linda sedang menghabiskan hari libur akhir pekannya di rumahku. Biasanya diantar oleh orang-tuanya atas permintaan Linda.

Aku duduk di halaman belakang, didalam sebuah gazebo kecil yang kubuat sendiri, membaca koran ditemani dengan pisang kepok bakar dan kopi Medan sebagai sarapan. Dari tempat dudukku didalam gazebo, aku bisa melihat langsung ke arah kamarku. Aku ingat Linda dengan baju tidur berwarna kuning muda berlari-lari kecil mengarah kamarku yang sedang terbuka lebar. Aku melirik ke arahnya dan melihat rambutnya dikucir dua menari-nari. Aku tersenyum dan meneruskan membaca koran sambil menyeruput kopi.

Setelah aku meneruskan kembali membaca koran,aku kembali melirik Linda. Pada saat itu aku melihat Linda telah menemukan kardus yang berisi penuh buku-buku kecilku di pojokan kamar. Dengan tangannya yang halus mungil dia mengambil sembarangan sebuah buku kecil dari dalam kardus itu. Kemudian dia mulai membolak-balik halaman demi halaman dalam buku kecil tersebut. Matanya yang bulat dan jernih itu telah mengisyaratkan suatu pertanyaan besar tentang isi kardus yang penuh dengan buku-buku kecil dekil dan apa yang tertulis dalam sebuah buku yang dipegangnya. Aku memperhatikan dari kejauhan sambil berpura-pura sibuk membaca koran. Biasanya Linda tidak pernah mengganggu waktu membacaku di pagi hari.

Namun tidak di pagi ini.
Tidak lama kemudian dia sudah tepat didepanku, menyibakkan koran yang menghalangi wajah kami untuk saling berhadapan. Sekarang kami sudah bertatapan. Kontak mata.

Dengan berpura-pura terganggu aku berdehem dan bertanya serius, “ehemmm…Lin, ko ganggu Opa? Sering Opa bilang, jangan pernah ganggu Opa lagi baca. Ini benar-benar….”

Linda memotong kalimatku dan agaknya rasa penasarannya lebih kuat daripada rasa hormatnya padaku.

“Ini buku apa Opa?”, tanyanya dengan wajah serius. Lebih serius dari wajahku. Ingin rasanya segera merangkulnya dan mendudukan dalam pangkuanku. Aku gemas melihat wajah “bayi”nya itu. Tapi aku urungkan. Aku harus sukses memainkan peran serius ini.

“Lin, denger ga apa yang Opa bilang?”

“Denger… Tapi ini buku apa Opa?? Ko di kamar Opa buanyakk banget buku kayak gini???”, matanya semakin membulat tak berkedip. Hmmm…aku tau ini ciri khas yang menandakan cucuku ini sangat butuh jawaban. Penasarannya itu bak bisul tua yang sedang menantikan saat pecah.

“Kenapa?”, akhirnya aku mengalah. Aku mulai lembut dan menaikkannya keatas pangkuanku. Salah satu kucirnya aku belai-belai.

“Ihhh opa…ini buku apa??”, nampaknya Linda semakin tidak sabar.

“Jawab donggg…!”

“Kenapa kamu tertarik dengan buku jelek itu? Itu buku Opa. Opa suka tulis-tulis aja tentang kisah Opa muda dulu..”

“Kok, tulisannya Opa jelek begini. Parah banget. Ga bisa kebaca ama Linda.”

“Buat apa kamu baca. Itu belum pantas kamu baca. Itu buku untuk orang tua taukkk….,” kataku menggoda sambil mencium pipinya.

“Akhhhh….kumis opa geli tuh…sono akhhh. Ceritain!”, Linda mendorong wajahku, sambil menyodorkan buku kecil dekil itu.

Agaknya aku selalu kalah dalam berdebat dengan bocah ini. Tidak pernah bisa menang. Tapi isi dari buku ini memang belum pantas untuk diceritakan kepada bocah SD.

“Sini…”, aku mengambil buku itu.

Wajahku kupasang seserius mungkin. Aku membetulkan posisi kaca mata bacaku.
“Ini halaman pertama. Ini mengisahkan cerita pertama kali Opa menulis. Saat itu Opa masih berusia 22 tahun. Opa menulis karena ada cerita yang mengubah hidup Opa selamanya….”, aku mengarang cerita seadanya. Aku mengarang tapi sebuah karangan cerita yang jujur. Sebetulnya isi cerita dalam buku tersebut bukanlah itu, namun kisah yang kuceritakan pada Linda adalah yang sesungguhnya.

Alasan aku menulis pertama kali karena aku ingin mengenang semuanya. Terjadi sebuah peristiwa besar yang mengubah seluruh perjalanan hidupku. Dan aku bersyukur bahwa keputusanku untuk menulis adalah tindakan yang tepat. Suatu hal yang bisa kubagikan, tidak saja kepada anak cucuku, tapi juga kepada orang lain.

Sejak saat itu, Linda dan aku mempunyai kebiasaan baru. Setiap akhir pekan, keinginannya untuk menginap di rumahku tidak terbendung. Linda ingin mengikuti cerita-cerita dari buku kecilku yang telah dekil.

Setiap akhir pekan dia akan mendapatkan cerita baru yang sangat berkesan baginya. Aku menceritakan seturut dengan perkembangan umurnya tentu saja. Dan itu membuat cerita yang sudah pernah diceritakan menjadi baru kembali karena ada beberapa hal yang kuceritakan lagi setelah usianya pas untuk itu.

Linda terus-menerus datang tiap akhir pekan untuk diceritakan kisah-kisah dalam buku-buku kecil itu. Tiap akhir pekan sejak pertama kali dia mengetahui adanya buku kecil tersebut. Sampai sekarang.

Linda sekarang sudah mengerti dengan baik cara membaca tulisanku. Mulai mengerti membaca sketsa gambar, grafik, hitungan, dan segala corat-coret yang ada dalam buku-buku kecilku. Tidak jarang dia aku suruh menceritakan kembali kisah-kisahku, dan dia menceritakannya dengan baik. Walau dia sudah bisa membaca sendiri, namun dia lebih menyukai kalau aku yang menceritakan kembali. Dia suka lekat memperhatikan ekspresi wajah dan intonasi suaraku. Bahkan pada saat aku menangis mengenang beberapa peristiwa pedih, Linda bahkan lebih terisak seolah-olah dialah yang mengalami peristiwa itu.

Begitulah semua hal dimulai.

Dan aku tengah menikmati mengetik kembali semua cerita-cerita di masa mudaku kedalam laptop yang dihadiahkan Linda pada ulang tahunku bulan lalu. Aku menikmati semua pekerjaan menulis ini. Linda tahu hal itu dan sekarang kegiatan Linda di akhir pekannya adalah melakukan editing atas ketikanku.Berikut akan aku sajikan secara berurutan semua kisah-kisah saat aku muda dulu. Silahkan dinikmati dan jika ada yang dapat diambil sebagai pelajaran, silahkan diambil. Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment