Kata-kata ini seringkali kita dengar dalam kehidupan sehari-hari.....
“Hei bro, kita punya banyak persamaan deh… Itu membuat kita semakin kompak dan terasa keluarga”
“Wahhh..yang membuat hidup kami tidak membosankan karena kami memiliki opposite attract, jadi saling melengkapi dehhh…..”
Sesungguhnya yang mana yang benar dalam kedua pernyataan diatas? Apakah persamaan yang menyatukan atau perbedaan yang mempererat?
Tulisan ini begitu ingin kutulis untuk memperingati kepergian KH. Abdurrahman Wahid, yang sering disebut dengan Gus Dur kealam baka. Tokoh yang satu ini begitu mempesona dalam memperjuangkan hak-hak asasi manusia, terutama yang tertindas. Memperjuangkan hak-hak asasi minoritas selalu hebat karena harus memiliki keberanian menentang mayoritas. Gus Dur inilah superstar di era modern ini.
Tidak mudah mengerti bagaimana seseorang sangat ingin membela orang lain yang tidak sesuku, seagama, sebangsa dan se-se lainnya.
“Kenapa elo ga bela bangsa kita? Kenapa elo bela orang Batak itu? Kita kan orang Jawa??”
“Kenapa elo bela Cina? Mereka itu pendatang, kita inilah suku asli bangsa ini?
“Kenapa kau ga bela saudara kita? Dia seagama dengan kita…mereka saudara kita seiman… kenapa?
Ya kenapa???
Dalam hal bela membela kaum minoritas atau kaum yang terpinggirkan, memang tidak boleh asal bela. Selalu harus ada nilai kebenaran dan keadilan yang diperjuangkan. Tidak sekedar membela. Dan sesungguhnya nilai kebenaran dan keadilan yang diperjuangkan derajat nilainya masih diatas hukum yang dibuat oleh manusia. Nilai kebenaran dan keadilan yang hakiki dan bersifat universal ini aku persamakan dengan nilai-nilai asasi kehidupan. Memang seharusnya hal asasi yang seperti ini tidak perlu diatur oleh hukum yang ribet.
Begini kugambarkan biar sederhana.
Bernafas adalah hal yang paling asasi dari makhluk hidup. Mengatur orang bernafas dengan cara-cara tertentu semestinya melanggar hak asasi manusia yang berakibat fatal. Coba bayangkan jika ada aturan cara-cara bernafas yang tidak melanggar Undang-Undang? Bernafaslah di kamar anda pada waktu-waktu tertentu, lakukanlah dengan memakai baju lengkap yang sopan! Hmmmm, pastilah didunia ini tinggal hewan dan tumbuh-tumbuhan. Itulah kenapa bernafas belum pernah diatur dalam undang-undang manapun. Inilah hak asasi yang paling asasi.
Dibawah derajat dari bernafas ada yang disebut dengan berbicara. Berbicara masih termasuk dalam salah satu hak asasi manusia. Melarang orang berbicara dapat saja dianggap menentang nilai kebenaran dan keadilan yang paling hakiki. Walau ini termasuk hak asasi, bukan berarti tidak bisa diatur. Bisa dan sudah banyak peraturannya.
Inilah berbagai contoh :
“Dilarang berbicara keras dalam perpustakaan”.
Kemudian, “Penonton dilarang berbicara jika film sudah dimulai”.
Kemudian, “Harus menggunakan bahasa santun dalam persidangan”.
Ya, memang diatur. Namun perlu diingat, mengatur hak asasi tidak boleh sembarangan. Tidak boleh menang-menangan. Tidak boleh mentang-mentangan. Jangan mentang-mentang suaramu bagus, kau boleh bicara di perpustakaan sementara suara serak seperti Ikang Fawzi tidak diperkenankan. Jangan mentang-mentang kalian datang segerombolan dalam bioskop dan membeli tiket paling banyak, kalian boleh bicara-bicara saat film sudah dimulai.
Silahkan aturlah sesukamu, namun perhatikan nilai keadilan. Kadang-kadang orang yang picik dan berusaha ingin menang-menangan memunculkan istilah aneh. Adil itu, katanya, bukan berarti sama perlakuannya. Adil itu proporsional. Proporsional terhadap apa?? Jumlah populasi? Jumlah kekayaan?? Ngawur. Nah lho… Jadi jika kau dari suku yang mayoritas kau boleh teriak-teriak di perpustakaan? Apa karena kau orang kaya, kau boleh menjerit-jerit di bioskop saat film diputar?
Apalagi ya hak asasi manusia? Bagaimana kalau hak untuk beribadah?
Jika kau memutuskan kau harus beragama – memilih dan memutuskan adalah hak asasi manusia juga – maka beribadah juga merupakan hak asasi.
Apakah layak cara-cara beribadah diatur oleh orang lain? Misal, menurut Undang-Undang Darurat Republik Kacau, umat Kristiani harus beribadah hari Jumat dan disebut dengan Ibadah Jumatan sedangkan umat Muslim harus beribadah Minggu sehingga disebut Shalat Minggu.
Hahaha…benar-benar Republik Kacau kan?
Ini menunjukkan bahwa ibadah itu tidak boleh diatur oleh siapapun.
Ok, bagaimana dengan pendirian rumah ibadah? Bisakah diatur?
Ya silahkan diatur semaunya, asal perlu diingat, aturlah yang adil. Bukan adil yang proporsional. Adil ya adil. Tidak boleh aturan itu berbeda dari satu pengikut ke pengikut yang lain. Jika umat yang lain dilarang mendirikan tempat ibadah di tikungan jalan, seharusnya tidak ada umat lain yang diperbolehkan mendirikan di tikungan itu. Nah itu adil.
Terus bisa kacau dong? Kalau tidak diatur pasti jadi rumah ibadah semua tuh bangunan…!
Jangan lebay…buat umat yang paling mayoritas sekalipun tentunya tidak mau menjadikan semua bangunan menjadi rumah ibadah. Tetap dong seperlunya…. Emangnya bangun membangun rumah ibadah tidak perlu dana? Ya seperlunya saja… Kalau memang diperlukan ya dibangun.
Kalau tidak diatur apa tidak khawatir dengan Islamisasi, Kristenisasi, Hinduisasi, Buddhaisasi, Kepercayanisasi, dan sasi-sasian lain? Lha..tadi aku bilang, silahkan atur! Tapi perlakukan sama. Jika ternyata bangunan vihara lebih banyak dari gereja atau mesjid dan setiap ibadah seluruh vihara itu penuh dan tempat ibadah lain kosong, so what?? Haruskah pemerintah melarang pembangunan vihara lagi dan merobohkan vihara yang sudah ada agar bangunan gereja dan mesjid menjadi lebih banyak?? Banyaknya pengikut suatu ajaran tidak ditentukan oleh pembatasan dan pelarangan rumah ibadah. Kalau dia mau berkembang ya pasti berkembang saja. Tidak ada yang dapat membatasinya.
Bagaimana sih supaya ajaran tertentu itu banyak penganutnya? Jika dalam perusahaan ini disebut persaingan bisnis. Lancarkan strategi bisnis yang jitu untuk memenangkan kompetisi dalam meraup pasar. Hei….ini agama dan ajaran luhur. Kompetisinya adalah berlomba-lomba mengajarkan dan berbuat kebaikan. Tidak saja mengajarkan dan menulis yang indah-indah diblog, atau di jejaring sosial seperti facebook, tweeter dan lainnya. Tapi menerapkan dan mencontohkan kepada umat lain ajaran-ajaran adi luhung itu. Biarkan orang lain terkesima dengan ajaran adiluhung sehingga tertarik melihat dan mempelajari ajaran yang kita anut. Begitulah persaingan di ranah ini. Berlomba-lomba berbuat baik. Yang melakukan persaingan diluar daripada itu, pasti terpuruk. Indah bukan? Seharusnya semakin banyak yang bersaing di ranah ini semakin indah dunia ini. Semakin banyak dan banyak yang berbuat baik bagi sesama.
Ini lah mungkin yang ingin dikatakan para pejuang pluralis, seperti Gus Dur. Beliau membela minoritas sesungguhnya telah menjalankan dakwah yang derajatnya paling mulia.
Jadi marilah kita bela kebenaran dan keadilan hakiki itu.
Begitulah.
Kembali kepada pertanyaan apakah persamaan atau perbedaan yang menyatukan kita? Aku harus mengatakan bahwa kedua hal itu diperlukan untuk menyatukan dan membuat dunia lebih indah.
Kenapa aku harus mengatakan demikian. Begini ilustrasinya.
Bayangkan, ketika disuatu pagi, kau terbangun. Kau melihat disampingmu tertidur seseorang yakni, dirimu. Kau kaget. Kau lari keluar kamar. Di ruang tamu kau mendapatkan beberapa orang yang juga kumpulan dirimu, saling bercengkrama. Kau semakin kaget, dan semakin berlari keluar rumah. Setiap orang yang kau jumpai adalah dirimu. Menurutmu asyik atau malah serammm??
Ternyata kau perlu orang lain yang berbeda dengan dirimu bukan?
Jika itu mimpi, pastilah itu mimpi seram, yang paling menyeramkan yang pernah ada.
Kemudian pada hari berikut, kau terbangun. Kau menjumpai seorang Afrika di sebelahmu. Kau bercakap-cakap, tidak ada satu bahasapun yang kau mengerti. Kau kaget dan keluar kamar. Di ruang tamu, sedang bercakap-cakap orang dari segala bangsa dengan riuh. Tidak ada yang mengerti satu sama lain. Percakapan semakin kasar dan berteriak-teriak. Mereka melihat dirimu dan mulai menanyakan sesuatu dengan bahasa masing-masing yang tidak kau pahami. Kau berlari keluar rumah. Mereka semua mengejarmu, dan kau minta bantuan orang-orang lain yang kau jumpai. Sayangnya tidak ada satupun bahasa yang kau mengerti, demikianpun mereka semua. Tidak ada yang sama. Baik bahasa maupun bentuk fisiknya.
Menurutmu asyik atau malah serammm?? Pasti kau berharap inipun mimpi juga!
Apa perlu kesimpulan lagi? Simpulkan sendiri deh! Pada pinterrrr kannn…
No comments:
Post a Comment